TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
OLEH:
NAMA : SRIWAHYUNI
NIM : 1161040071
JURUSAN : PPKn
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
KASUS I
NY. SURTIATI Wu Warga Negara Indonesia melakukan perkawinan campuran dengan Dr. CHARLIE WU alias WU CHIA HSIN yang telah dicatatkan di Kantor Pencatatan Sipil Jakarta. Perkawinan tersebut telah dikaruniai dua orang anak yang lahir di Jakarta dan berkewarganegaraan Amerika Serikat yang bernama Alice dan Denise. Sejak awal perkawinan ternyata hubungan keduanya sudah tidak harmonis. Ketidakharmonisan tersebut akhirnya berbuntut pada gugatan cerai yang diajukan Dr. Charlie Wu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam Gugatannya Dr. Charlie Wu memohon agar hak asuh atas kedua anaknya diberikan kepadanya. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan tersebut yang kemudian ditegaskan lewat keputusan banding. Ny. Surtiati Wu yang merasa tidak puas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun permohonan kasasinya ditolak.
ANALISA
Mengingat tahun kelahiran kedua anak tersebut adalah 1986 dan 1987, maka peraturan yang mengatur adalah undang-undang No. 62 tahun 1968. Dalam Pasal 1b tersebut menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayah seorang WNI dengan pengertian hubungan kekeluargaan itu diadakan sebelum orang itu berusia 18 tahun dan belum menikah di bawah usia 18 tahun. Dengan ketentuan pasal ini, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut secara ketat asas “ius sanguinis”. Oleh sebab itu, seperti dalam kasus ini dimana terjadi perkawinan campuran antara perempuan WNI (Ny Surtiati) dengan laki-laki WNA (Dr. Charlie Wu), maka anak yang dilahirkan akan mengikuti kewarganegaraan si ayah dimanapun ia dilahirkan. Mengenai ketentuan ini terdapat pengecualian yakni apabila negara si ayah tidak memberikan kewarganegaraan bagi si anak yang dilahirkan sehingga si anak akan berstatus “stateless” atau tanpa kewarganegaraan. Dalam kasus ini, Dr. Charlie Wu merupakan warga negara Amerika yang menganut asas kewarganegaraan “ius soli”, dimana seseorang mendapat kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahirannya. Kedua anak yang merupakan hasil perkawinan campuran antara Dr. Charlie Wu dengan Ny. Surtiati dilahirkan di Indonesia, tepatnya Jakarta. Dengan demikian, terjadi pertemuan antara dua asas kewarganegaraan yang berbeda. Berdasarkan pasal 1 b UU No. 62 tahun 1958, kedua anak tersebut mengikuti kewarganegaraan ayah mereka, yakni Amerika. Namun, berdasarkan asas “ius soli” yang dianut oleh Amerika Serikat, kewarganegaraan kedua anak tersebut mengikuti tempat kelahiran mereka, yaitu Indonesia. Hal ini mengakibatkan kedua anak tersebut menjadi “stateless”. Akan tetapi, UU no.62 tahun 1958 menganut asas anti “apatride” dimana terjadi seseorang tidak memiliki kewarganegaraan. Oleh sebab itu, dalam kasus seperti ini, kedua anak itu dapat menjadi WNI jika sang ibu mengajukan permohonan ke pengadilan. Dalam kasus ini, kedua anak tersebut menjadi warga negara Amerika. Hal ini dimungkinkan dengan pengakuan Dr. Charlie Wu bahwa kedua anak tersebut adalah kedua anaknya sehingga harus mengikuti kewarganegaraannya yakni Amerika. Berdasarkan ketentuan dalam pasal 17 UU No. 62 tahun 1958 dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang diakui oleh orang asing sebagai anaknya dan memperoleh paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing, maka ia memperoleh kewarganegaraan dari negara tersebut. Karena Dr. Charlie Wu mengajukan permohonan paspor kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat. Dengan keluarnya paspor Amerika atas nama Alice dan Dennis Aulia, maka ketentuan pasal 17 tersebut berlaku. Kedua anak itu mendapat pengakuan dari Dr. Charlie Wu yang seorang WNA sebagai anaknya.
Kasus 2
Menyinggung tentang kemerdekaan hak asuh anak juga
diutarakan oleh Etta Herawati atau biasa dikenal dengan Bertha. Ibu dari
Jasmine McCarthy ini juga ikut curhat lantaran mulai dari proses pernikahan
dengan Michael McCarthy JR (38) pada tanggal 29 Agustus 2001 silam permasalahan
tentang kewarganegaraan selalu saja muncul. ”Saya ingat waktu mau menikah 5
tahun lalu, kami harus mengurusi beberapa surat yang menurut saya tidak terlalu
sulit untuk diurus. Belum lagi dengan sikap dari pejabat pemerintahan yang
berwenang yang dengan sengaja menyulitkan kami untuk mengikuti prosedur yang
sudah ditetapkan,” ujar guru vokal dari banyak selebritis ini.
Pengalaman yang tidak mengenakkan ini jelas saja
mengganggu pribadinya, meskipun untuk memutuskan menikah dengan pria asing
sudah ia pikirkan sebelumnya segala sebab dan akibat yang akan muncul. Bahkan
setelah Jasmine lahir pada tanggal 23 Mei 2003 langsung dibuatkan akte, tapi
nyatanya ia harus melaporkan juga ke imigrasi lantaran salah satu orang tuanya
berbeda kebangsaan karena selama 8 bulan sejak kelahirannya Berta dan Michael
belum melaporkan ke Imigrasi. ”Pada saat itu salah satu pegawai Imigrasi bilang
karena keterlambatan selama 8 bulan saya dikenakan denda sebesar 85 Dollar.
Tapi pegawai lainnya ada yang bilang hanya membayar 75 sampai 100 Dollar sampai
surat perijinan selesai. Dengan begitu saya berpikir berapa yang musti saya
bayar untuk menebus keterlambatan pengurusan ini. Tapi akhirnya saya hanya
membayar 30 juta pada pihak Imigrasi. Ternyata susah juga ya jadi WNI,” papar
Bertha.
ANALISA
Apabila kita melihat UU lama maka UU kewarganegaraan lama
memiliki beberapa kelemahan yang efeknya sangat memberatkan para wanita pelaku
perkawinan campuran bersama anak-anaknya karena sang anak sejak lahir secara
otomatis sudah mengikuti kewarganegaraan ayah/asas patriakal. Tapi Kini setelah disyahkannya UU
Kewarganegaraan yang baru ini wanita yang melakukan pernikahan campuran
dimanapun di Indonesia ini bisa bernafas lega, karena untuk kewarganegaraan setiap
anak tidak perlu lagi mengurus ke instansi pemerintah seperti Imigrasi maupun
instansi lainnya. Arti kata, dengan terbitnya surat keputusan ini maka
kehidupan anak hasil pernikahan campuran antara WNI dengan negara asing menjadi
lebih terjamin statusnya hingga umur 18 tahun plus masa pemilihan keyakinan
kewarganegaraan selama 3 tahun ke depan. ”Seperti mendapat angin segar dengan
di syahkannya UU Kewarganegaraan yang baru ini,” sehingga anak yang lahir dari
perkawinan campuran ini bisa menjadi warganegara indonesia akrena sesuai denganUU No.12 Tahun 2006. Menurut
undang-undang ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) antara lain
(saya kutip beberapa saja) :
1. setiap orang yang sebelum
berlakunya UU ini (sebelum tahun 2006) telah menjadi WNI
2. anak yang lahir dari perkawinan
yang sah dari ayah dan ibu WNI
3. anak yang lahir dari
perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA),
atau sebaliknya
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara
asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
5. dst….
Ini membuktikan bahwa sesuai UU
diatas maka sudah jelas bahwa anak itu bisa menjadi WNI
Kasus 3
Aspirasi untuk dwi kewarganegaraan juga terjadi di Italia. Gusmang Oka
Mayura adalah pria Bali yang sudah selama sepuluh tahun tinggal di kota Verona.
Ia berupaya mengumpulkan keinginan untuk memperoleh dwi kewarganegaraaan dan
membuat kelompok tersendiri di Facebook. Sampai saat ini anggotanya sudah
mencapai sekitar 930 warga Indonesia dari seluruh pelosok dunia.
ANALISA
Beberapa orang yang ingin mempunyai
dwi kewarganegaraannya pada dasarnya untuk mempermudah yang bisa didapat jika ia menjadi
warga negara dari salah satu negara di tempatnya tinggal. "Mempermudah
untuk bisa buka usaha kerja, urus pensiun dan lain-lainnya. Karena kalau kita
bawa paspor di negara kita tinggal maka jaminannya lebih bagus." Aspirasi
yang dikumpulkan di halaman Facebok akan digunakan Gusmang Oka Mayura sebagai
petisi menuju ke celah yang lebih formal. Tapi tentu saja mengubah UU tidak semudah
membalik telapak tangan karena dalam membuat UU itu sudah dipertimbangkan
oleh lembaga yang membuat UU tersebut dan jangan sampai dengan dipenuhi adanya
dwi kewarganegaraan maka terjadi penyimpangan seperti adanya krisi identitas
yang terjadi pada orang yang memilki dwi kewarganegaraan dan menyalah gunakan
penggunaan paspornya namun tidak menutup kemungkinan aspirasi masyarakat yang mendambakan
dwi kewarganegaraan dapat menjadi bahan pertimbangan selanjutnya. Sampai saat
ini hanya anak di bawah 18 tahun saja yang bisa mendapat kewarganegaraan ganda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar