Jumat, 27 April 2012

Berbagai Kasus Kewarganegaraan yang Berkaitan dengan UU kewarganegaraan



TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PASAL-PASAL TENTANG HAM DALAM 
UUD NRI 1945 DAN CONTOH KASUS
 YANG BERTENTANGAN DENGAN PASAL-PASAL
 TERSEBUT MENGENAI HAM


OLEH:
NAMA       :        SRIWAHYUNI
NIM           :        1161040071
JURUSAN :        PPKn

FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


KASUS I

NY. SURTIATI
Wu Warga Negara Indonesia melakukan perkawinan campuran dengan Dr. CHARLIE WU alias WU CHIA HSIN yang telah dicatatkan di Kantor Pencatatan Sipil Jakarta. Perkawinan tersebut telah dikaruniai dua orang anak yang lahir di Jakarta dan berkewarganegaraan Amerika Serikat yang bernama Alice dan Denise. Sejak awal perkawinan ternyata hubungan keduanya sudah tidak harmonis. Ketidakharmonisan tersebut akhirnya berbuntut pada gugatan cerai yang diajukan Dr. Charlie Wu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam Gugatannya Dr. Charlie Wu memohon agar hak asuh atas kedua anaknya diberikan kepadanya. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan tersebut yang kemudian ditegaskan lewat keputusan banding. Ny. Surtiati Wu yang merasa tidak puas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun permohonan kasasinya ditolak.

ANALISA

Mengingat tahun kelahiran kedua anak tersebut adalah 1986 dan 1987, maka peraturan yang mengatur adalah undang-undang No. 62 tahun 1968. Dalam Pasal 1b tersebut menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang pada waktu lahirnya mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayah seorang WNI dengan pengertian hubungan kekeluargaan itu diadakan sebelum orang itu berusia 18 tahun dan belum menikah di bawah usia 18 tahun. Dengan ketentuan pasal ini, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut secara ketat asas “ius sanguinis”. Oleh sebab itu, seperti dalam kasus ini dimana terjadi perkawinan campuran antara perempuan WNI (Ny Surtiati) dengan laki-laki WNA (Dr. Charlie Wu), maka anak yang dilahirkan akan mengikuti kewarganegaraan si ayah dimanapun ia dilahirkan. Mengenai ketentuan ini terdapat pengecualian yakni apabila negara si ayah tidak memberikan kewarganegaraan bagi si anak yang dilahirkan sehingga si anak akan berstatus “stateless” atau tanpa kewarganegaraan.
Dalam kasus ini, Dr. Charlie Wu merupakan warga negara Amerika yang menganut asas kewarganegaraan “ius soli”, dimana seseorang mendapat kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahirannya. Kedua anak yang merupakan hasil perkawinan campuran antara Dr. Charlie Wu dengan Ny. Surtiati dilahirkan di Indonesia, tepatnya Jakarta. Dengan demikian, terjadi pertemuan antara dua asas kewarganegaraan yang berbeda. Berdasarkan pasal 1 b UU No. 62 tahun 1958, kedua anak tersebut mengikuti kewarganegaraan ayah mereka, yakni Amerika. Namun, berdasarkan asas “ius soli” yang dianut oleh Amerika Serikat, kewarganegaraan kedua anak tersebut mengikuti tempat kelahiran mereka, yaitu Indonesia. Hal ini mengakibatkan kedua anak tersebut menjadi “stateless”. Akan tetapi, UU no.62 tahun 1958 menganut asas anti “apatride” dimana terjadi seseorang tidak memiliki kewarganegaraan. Oleh sebab itu, dalam kasus seperti ini, kedua anak itu dapat menjadi WNI jika sang ibu mengajukan permohonan ke pengadilan. Dalam kasus ini, kedua anak tersebut menjadi warga negara Amerika. Hal ini dimungkinkan dengan pengakuan Dr. Charlie Wu bahwa kedua anak tersebut adalah kedua anaknya sehingga harus mengikuti kewarganegaraannya yakni Amerika. Berdasarkan ketentuan dalam pasal 17 UU No. 62 tahun 1958 dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang diakui oleh orang asing sebagai anaknya dan memperoleh paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing, maka ia memperoleh kewarganegaraan dari negara tersebut. Karena Dr. Charlie Wu mengajukan permohonan paspor kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat. Dengan keluarnya paspor Amerika atas nama Alice dan Dennis Aulia, maka ketentuan pasal 17 tersebut berlaku. Kedua anak itu mendapat pengakuan dari Dr. Charlie Wu yang seorang WNA sebagai anaknya.

Kasus 2
Menyinggung tentang kemerdekaan hak asuh anak juga diutarakan oleh Etta Herawati atau biasa dikenal dengan Bertha. Ibu dari Jasmine McCarthy ini juga ikut curhat lantaran mulai dari proses pernikahan dengan Michael McCarthy JR (38) pada tanggal 29 Agustus 2001 silam permasalahan tentang kewarganegaraan selalu saja muncul. ”Saya ingat waktu mau menikah 5 tahun lalu, kami harus mengurusi beberapa surat yang menurut saya tidak terlalu sulit untuk diurus. Belum lagi dengan sikap dari pejabat pemerintahan yang berwenang yang dengan sengaja menyulitkan kami untuk mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan,” ujar guru vokal dari banyak selebritis ini.
Pengalaman yang tidak mengenakkan ini jelas saja mengganggu pribadinya, meskipun untuk memutuskan menikah dengan pria asing sudah ia pikirkan sebelumnya segala sebab dan akibat yang akan muncul. Bahkan setelah Jasmine lahir pada tanggal 23 Mei 2003 langsung dibuatkan akte, tapi nyatanya ia harus melaporkan juga ke imigrasi lantaran salah satu orang tuanya berbeda kebangsaan karena selama 8 bulan sejak kelahirannya Berta dan Michael belum melaporkan ke Imigrasi. ”Pada saat itu salah satu pegawai Imigrasi bilang karena keterlambatan selama 8 bulan saya dikenakan denda sebesar 85 Dollar. Tapi pegawai lainnya ada yang bilang hanya membayar 75 sampai 100 Dollar sampai surat perijinan selesai. Dengan begitu saya berpikir berapa yang musti saya bayar untuk menebus keterlambatan pengurusan ini. Tapi akhirnya saya hanya membayar 30 juta pada pihak Imigrasi. Ternyata susah juga ya jadi WNI,” papar Bertha.


ANALISA
Apabila kita melihat UU lama maka UU kewarganegaraan lama memiliki beberapa kelemahan yang efeknya sangat memberatkan para wanita pelaku perkawinan campuran bersama anak-anaknya karena sang anak sejak lahir secara otomatis sudah mengikuti kewarganegaraan ayah/asas patriakal. Tapi Kini setelah disyahkannya UU Kewarganegaraan yang baru ini wanita yang melakukan pernikahan campuran dimanapun di Indonesia ini bisa bernafas lega, karena untuk kewarganegaraan setiap anak tidak perlu lagi mengurus ke instansi pemerintah seperti Imigrasi maupun instansi lainnya. Arti kata, dengan terbitnya surat keputusan ini maka kehidupan anak hasil pernikahan campuran antara WNI dengan negara asing menjadi lebih terjamin statusnya hingga umur 18 tahun plus masa pemilihan keyakinan kewarganegaraan selama 3 tahun ke depan. ”Seperti mendapat angin segar dengan di syahkannya UU Kewarganegaraan yang baru ini,” sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran ini bisa menjadi warganegara indonesia akrena sesuai denganUU No.12 Tahun 2006. Menurut undang-undang ini, orang yang menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) antara lain (saya kutip beberapa saja) :
1.      setiap orang yang sebelum berlakunya UU ini (sebelum tahun 2006) telah menjadi WNI
2.       anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI
3.      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
4.       anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
5.      dst….
Ini membuktikan bahwa sesuai UU diatas maka sudah jelas bahwa anak itu bisa menjadi WNI





Kasus 3
Aspirasi untuk dwi kewarganegaraan juga terjadi di Italia. Gusmang Oka Mayura adalah pria Bali yang sudah selama sepuluh tahun tinggal di kota Verona. Ia berupaya mengumpulkan keinginan untuk memperoleh dwi kewarganegaraaan dan membuat kelompok tersendiri di Facebook. Sampai saat ini anggotanya sudah mencapai sekitar 930 warga Indonesia dari seluruh pelosok dunia.

ANALISA
Beberapa orang yang ingin mempunyai dwi kewarganegaraannya pada dasarnya untuk mempermudah yang bisa didapat jika ia menjadi warga negara dari salah satu negara di tempatnya tinggal. "Mempermudah untuk bisa buka usaha kerja, urus pensiun dan lain-lainnya. Karena kalau kita bawa paspor di negara kita tinggal maka jaminannya lebih bagus." Aspirasi yang dikumpulkan di halaman Facebok akan digunakan Gusmang Oka Mayura sebagai petisi menuju ke celah yang lebih formal. Tapi tentu saja mengubah UU tidak semudah membalik telapak tangan karena dalam membuat UU itu sudah dipertimbangkan oleh lembaga yang membuat UU tersebut dan jangan sampai dengan dipenuhi adanya dwi kewarganegaraan maka terjadi penyimpangan seperti adanya krisi identitas yang terjadi pada orang yang memilki dwi kewarganegaraan dan menyalah gunakan penggunaan paspornya namun tidak menutup kemungkinan aspirasi masyarakat yang mendambakan dwi kewarganegaraan dapat menjadi bahan pertimbangan selanjutnya. Sampai saat ini hanya anak di bawah 18 tahun saja yang bisa mendapat kewarganegaraan ganda.



perkembangan HAM di barat


BAB 1
PENDAHULUAN
Para ahli menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula dari kawasan Eropa. Sebagian mengatakan jauh sebelum peradaban Eropa muncul, HAM telah populer di masa kejayaan Islam seperti akan diuraikan dalam bagian lain bab ini. Wacana awal  HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja, seperti menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat, menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus di pertanggung jawabkan secara hukum. Sejak lahirnya Magna Charta pada tahun 1215, raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili dan mempertanggungjawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen. Sekalipun kekuasaan para raja masih sangat dominan dalam hal pembuatan undang-undang, Magna Charta telah menyulut ide tentang keterikatan penguasa kepada hukum dan pertanggung jawaban kekuasaan mereka kepada rakyat
          Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya Monarki Konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada pasal 21 Magna Charta yang menyatakan bahwa “..... para Pangeran dan Baron di hukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.” Sedangkan pada pasal 40 di tegaskan bahwa “.... tak seorangpun menghendaki kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau keadilan. “
          Empat abad kemudian, tepatnya pada tahun 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia di muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum dan negara demokrasi pada kurung waktu selanjutnya. Menurut Bill of  Rights, asas persamaan manusia di hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi  karena tanpa hak persamaan maka hak kebebasan nustahil dapat terwujud.
















BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mewujudkan kebebasan yang bersendikan persamaan hak warga negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dan teori yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat Eropa, Selanjutnya Amerika : kontrak sosial (JJ Rousseau) trias politica (Montesquieu) teori hukum kodrati (John Locke) dan hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson).
1.)                Teori kontrak sosial ( JJ Rousseau)
Yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa (raja) dan rakyat didasari oleh sebuah kontra yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak. Menurut kontrak sosial, penguasa di beri kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan ketertiban dan menciptakan keamanan agar hak alamiah manusia terjamin dan terlaksana secara aman. Pada saat yang sama, rakyat akan menaati penguasa mereka sepanjang hak-hak alamiah mereka terjamin.
2.)                Trias politica (Montesquieu)
Membahas tentang sistem politik yang membagi kekuasaan pemerintahan negara dalam tiga komponen : pemerintahan (eksekutif ),legislatif, dan yudikatif.
3.)    Teori kodrati ( John Locke)
Teori yang mengatakan bahwa di dalam masyarakat manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan kepada negara. Menurut teori ini, hak dasar ini bahkan harus dilindungi oleh negara dan menjadi batasan bagi kekuasaan negara yang mutlak. Hak-hak tersebut terdiri dari hak atas kehidupan, hak ats kemerdekaan, dan hak ats milik pribadi.
4.)    hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson).
Hak hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia dianugerahi beberapa hak yang tidak dapat berpisah-pisah, dintaranya hak kebebasan dan tuntutan kesenangan. Teori ini banyak di pengaruhi oleh John Lock sekaligus menandai perkembangan HAM kemudian.

1. Hak Asasi Manusia di Yunani
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. dan Plato (428-348 SM) telah memaklumkan kepada warga polisnya, bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
2. Hak Asasi Manusia di Inggris
Pemikiran HAM di Inggris lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran empirisme. dari Francis Bacon pada abad XVII. Menurut empirisme, pengetahuan itu hanya dapat dibentuk melalui pengalaman sebagi sumbernya. Thomas Hobbes (1588-1679) mengajarkan bahwa semua manusia itu memiliki sifat yang sama. Manusia dipandang sebagai homo homini lupus yaitu naluri manusia itu bagaikan serigala untuk selalu ingin mempertahankan dirinya sendiri, bersaing, dan saling menerkam sesamanya. Konflik dan pertikaian akan muncul manakala manusia mengikuti nalurinya. Menurut John Locke (1632-1704) supaya negara tidak sewenang-wenang, maka kekuasaannya dipisahkan menjadi: (a) legislatif yaitu kekuasaan membuat undang-undang, (b) eksekutif yaitu kekuasaan untuk melaksanakan pemerintahan negara, (c) federatif yaitu kekuasaan untuk menentukan perang dan damai. Ketiga kekuasaan tersebut tidak boleh mencampuri satu dengan lainnya.
Pemikiran Locke kemudian dilanjutkan oleh J.J. Rousseau yang memandang manusia itu sebagai makhluk alamiah. Dalam keadaan alamiah itu manusia memiliki kebebasan, hak hidup, dan hak milik. Pemikiran beberapa tokoh tersebut di atas, memberikan inspirasi untuk memperjuangkan HAM di Inggris. Menurut Magna Charta (Al Hakim, 2002) membatasi kekuasaan Raja. Pada tahun 1629 masyarakat mengajukan Petition of Right (petisi hak asasi manusia) yang berisi tentang pajak yang dipungut kerajaan harus mendapat persetujuan parlemen Inggris. Pada tahun 1679 dibuatlah suatu ketentuan di dalam Habeas Corpus Act yang menyatakan bahwa penangkapan terhadap seseorang hanya dapat dilakukan apabila disertai dengan surat-surat yang lengkap dan sah. Ketentuan ini disusul aturan baru yaitu pada tahun 1689 dibuat Bill of Right yang menyatakan bahwa pemungutan pajak harus mendapat persetujuan parlemen dan parlemen dapat mengubah keputusan Raja. Berbagai ketentuan HAM dan hukum tersebut bertujuan untuk membatasi kekuasaan Raja agar tidak sewenang-wenang dan melindungi warga negara sebagai manusia.
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :


a)      MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
1)      Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris
2)      Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :
a)      Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
b)      Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
c)      Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
d)     Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

b)      PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
a)      Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
b)      Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
c)      Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

c)      HOBEAS CORPUS ACT
Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
a)      Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
b)      Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

d)     BILL OF RIGHTS
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
1)      Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
2)      Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
3)      Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
4)      Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing .
5)      Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat
Bangsa Amerika berasal dari kaum imigran berbagai negara Eropa, Asia, Afrika, dan Australia. Kaum imigran tersebut semula berpikir secara sempit untuk kepentingannya sendiri. Mereka mempunyai kebiasaan dan pengalaman sendiri yang dibawa dari negaranya. Keanekaragaman bangsa Amerika tersebut sebagai potensi negara harus diterima dan diberdayakan demi kejayaan Amerika. Ketika Amerika masih di bawah pemerintahan kolonial Inggris, masyarakat diperlakukan secara tidak adil.
Pada tahun 1776 bangsa Amerika menyatakan kemerdekaan dari pemerintahan kerajaan Inggris melalui Declaration of Independence. Rakyat Amerika yang bersifat heterogen itu harus dapat hidup berdampingan secara damai. Hak-hak asasi masyarakat harus dijamin dan dilindungi tanpa pengecualian. Simbol HAM dan demokrasi itu diujudkan dengan patung liberty. Ketika sedang berkecamuk perang dunia ke II, Presiden Franklin Delano Roosvelt dihadapan konggres Amerika (1941) menyatakan ada empat kemerdekaan yaitu: (a) freedom of speech (kebebasan berbicara dan berpendapat), (b) freedom of Religon ( kebebasan beragama), (c) freedom from fear (bebas dari rasa takut) dan (d) freedom from want (bebas dari kemiskinan).
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
a)      Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
b)      Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).
c)      Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
d)     Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.
4. Hak Asasi Manusia di Perancis
Pemikiran yang berkembang di Perancis lebih banyak bercorak rasionalisme, artinya rasio dijadikan sumber dan ukuran untuk menentukan kebenaran. Rene Descates mengatakan cogito ergo sum, artinya aku berpikir maka aku ada. Keberadaanku ditentukan oleh cara berpikirku. Menurutnya hak asasi manusia terletak pada kebebasan untuk berpikir dan berkehendak. Rasionalisme tumbuh subur di Perancis dan dikembangkan lebih lanjut oleh Auguste Comte melalui tiga tahap: Pertama, tahap theologis dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh kepercayaan pada kekuatan adi kodrati. Kedua, tahap metafisis dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh kekuatan berpikir rasional. Ketiga, tahap positif dimana kehidupan masyarakat ditentukan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perjuangan bangsa Perancis dalam mewujudkan HAM ditandai dengan dirobohkannya penjara Bastille, seraya mengumadangkan semboyan liberty (kemerdekaan) equality (persamaan), dan egality (persaudaraan). Revolusi Perancis (1789) dimulai dengan dideklarasikan Declaration des droits de`lHomme et du Citoyen (deklarasi tentang hak asasi manusia dan penduduk). Deklarasi tersebut berisi pernyataan bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan bebas dan mempunyai kedudukan yang sama.
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
a.       Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
b.      Manusia mempunyai hak yang sama.
c.       Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
d.      Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan umum.
e.       Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
f.       Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
g.      Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
h.      Adanya kemerdekaan surat kabar.
i.        Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
j.        Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
k.      Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
l.        Adanya kemerdekaan rumah tangga.
m.    Adanya kemerdekaan hak milik.
n.      Adanya kemedekaan lalu lintas.
o.      Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

5. Hak Asasi Manusia oleh PBB
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :
1.      Hidup
2.      Kemerdekaan dan keamanan badan
3.      Diakui kepribadiannya
4.      Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
5.      Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
6.      Mendapatkan asylum
7.      Mendapatkan suatu kebangsaan
8.      Mendapatkan hak milik atas benda
9.      Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
10.  Bebas memeluk agama
11.  Mengeluarkan pendapat
12.  Berapat dan berkumpul
13.  Mendapat jaminan sosial
14.  Mendapatkan pekerjaan
15.  Berdagang
16.  Mendapatkan pendidikan
17.  Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
18.  Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.
Pada zaman Yunani Kuno Plato telah memaklumkan kepada warga polisnya, bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.
Dalam akar kebudayaan indonesiapun pengakuan serta penghormatan tentang hak asasi manusia telah dimulai berkembang, misalnya dalam masyarakat. Jawa telah dikenal tradisi ‘Hak pepe’, yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh pengausa, seperti mengemukakan pendapat, walaupun hak tersebut bertentangan dengan kemauan penguasa (baut & Beny, 1988 : 3)
Awal perkembangan hak asasi manusia dimulai tatkala ditandatangani Magna Charta (1215), oleh raja John Leckland. Kemudian juga penandatanganan petition of right pada tahun 1628 oleh raja Charles I. dalam hubungan ini raja berhadapan dengan utusan rakyat (house of commons). Dalam hubungan inilah maka perkembangan hak asasi manusia itu sangat erat hubungannya dengan perkembangan demokrasi. Setelah itu perjuangan yang lebih nyata pada penandatangan bill of right, oleh raja Willem III pada tahun 1986, sebagai hasil dari pergolakan politik yang dahsyat yang disebut sebagai the Glorious Revolution. Peristiwa ini tidak saja sebagai suatu kemenanganparlemen atas raja, melainkan juga merupakan kemenangan rakyat dalam pergolakan yang menyertai pergolakan Bill of right yang berlangsung selama 60 tahun (Asshiddqie, 2006 : 86). Perkembangan selanjutnya perjuangan hak asasi manusia dipengaruhi oleh pemikiran filsuf inggris John Locke yang berpendapat bahwa manusia tidaklah secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada penguasa. Hak – hak yang diserahkan kepada penguasa adalah hak – hak yang berkaitan dengan perjanjian tentang negara, adapun hak-hak lainnya tetap berada pada masing-masing individu.
Beberapa agenda politik telah melihat suatu pertumbuhan yang cepat dan dramatis seperti yang dilakukan oleh "hak asasi manusia." Sebelum 1940-an, istilah ini jarang digunakan. Tidak ada gerakan internasional yang berkelanjutan dalam namanya. Tidak ada organisasi non-pemerintah (LSM) dengan jangkauan global untuk membela prinsip-prinsipnya. Tidak ada hukum internasional dibuat untuk melindungi hak asasi manusia kami.Pada tahun 1990an, namun Anda tidak bisa menghindarinya. Semakin baik terkenal organisasi-Barat Komisi Ahli Hukum Internasional, Amnesty International, dan Human Rights Watch-menjelajahi dunia mencari pelanggaran. NATO dituntut perang atas nama "hak asasi manusia." Kurang dikenal untuk Eropa dan Amerika Utara adalah ratusan LSM luar Eropa dan Amerika Serikat mendefinisikan diri mereka sebagai lembaga hak asasi manusia, hampir semua dari mereka dengan kelahiran tanggal tidak lebih awal dari 1985. Rigoberta Menchú sekarang memimpin dengan Fundación Rigoberta Menchú Tum, sebuah organisasi perdamaian yang terletak di Meksiko yang kampanye atas nama hak asasi manusia, khususnya bagi masyarakat adat. Ini adalah salah satu organisasi seperti itu di Amerika Latin.
Pada tahun 1993, ketika sejumlah pemerintah Asia berusaha menggagalkan Wina Serikat Konferensi Perserikatan Bangsa tentang Hak Asasi Manusia, menyerukan pengakuan khusus "nilai-nilai Asia" dan peninjauan kembali atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, 180 LSM Asia berkumpul, diproduksi counter -dokumen, dan membuktikan kekuatan politik yang tangguh sebagai oposisi terhadap pemerintah mereka.
Di Afrika, di awal 1990-an, serangkaian rezim bersumpah untuk demokrasi dan menghormati HAM. Sejumlah kelompok pemantau lokal bermunculan untuk mencoba melacak beberapa situasi sangat tidak stabil.Bukan hanya itu aktivisme menyebar di seluruh dunia. Agenda HAM diperluas juga. Ada perhatian baru bagi keadilan internasional, yang paling terkenal dalam upaya untuk membawa diktator berdarah ke pengadilan. MiloŒseviŒ Slobodan di dermaga hasilnya. "Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia juga," diperluas panggilan yang berasal dari 1980-an, agenda organisasi hak asasi manusia dengan cara lain. Hak masyarakat adat, hak anak, hak atas kesehatan, bahkan ekonomi dan sosial hak-tidak ada yang di atas meja pada tahun 1970 sebagai "hak asasi manusia" klaim. Semua, dalam satu atau lain cara, adalah bagian dari diskusi dengan akhir century.Namun apa artinya semua ini menambahkan hingga 1990-an telah menjadi akhir sedih pas ke abad kedua puluh berdarah. Rwanda, Kosovo, Timor Timur, Irak, Tepi Barat-pilihlah. Siapa yang akan berpendapat dekade telah sebagai sangat pasifik sebagai pembicaraan memabukkan pada tahun 1989 dari "akhir sejarah" atau "tata dunia baru" telah meramalkan Apa untungnya manusia diperluas hak agenda lakukan untuk wanita Afghan di bawah Taliban, bagi para pengangguran di Argentina, untuk sakit mental sekarang dipenjara di penjara-penjara Amerika, untuk Kurdi di Irak atau Turki Pemerintah terus menjadi sebagai mendua seperti biasa, ritual mengucapkan slogan-slogan mereka diabaikan ketika nyaman. Kontradiksi yang muncul adalah penjelasan: Mengapa semua energi dan usaha akan di aktivisme hak asasi manusia menghasilkan hasil seperti sudah dipastikan sangat kurang, Bagaimana mungkin retorika hak asasi manusia menjadi begitu global meresap sementara politik hak asasi manusia teramat sangat lemah.
Mengingat semua aktivisme hak asasi manusia dekade ini, tidak mengherankan bahwa sejarawan, dengan cara yang kecil, bergabung dengan pawai. Pada tahun 1994, Amnesty International mensponsori serangkaian ceramah oleh sejarawan pada interaksi antara sejarah dan HAM. Patrick Collinson, Carlo Ginzburg, Emmanuel Le Roy Ladurie, Robert Darnton, Elizabeth Fox-Genovese, dan Ian Kershaw adalah di antara tokoh-tokoh yang berkontribusi. "Hak asasi manusia" adalah tema tahun 1997 Amerika konvensi Asosiasi Bersejarah di New York. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah buku telah muncul mencoba untuk historicize subjek. Sementara berbasis universitas sejarawan seperti Paul Lauren, Lynn Hunt, dan Jeffrey Wasserstrom telah membahas topik ini, wartawan, sarjana hukum, aktivis politik, dan ilmuwan politik telah dilakukan masih jauh lebih dari penulisan sejarah. Lapangan tetap menyegarkan belum lengkap. Para sejarawan telah, setidaknya pada abad kedua puluh, untuk particularists sebagian besar. Mereka ingin tahu dengan sangat mendalam adegan lokal mereka survei. Dan pada masa lalu, ini berarti, lebih sering daripada tidak, semacam relativisme budaya refleksif. Pembicaraan tentang hak-hak universal adalah tersangka, dengan bau imperialisme budaya dan berpikiran sederhana rasionalisme samar-samar menggantung tentang hal itu. Butuh akhir Perang Dingin dan obrolan tentang globalisasi untuk memindahkan beberapa sejarawan untuk subjek. Ini seharusnya tidak mengejutkan bahwa pergeseran dalam sejarah disejajarkan dengan pergeseran serupa di antara anthropologists.Tapi ini telah pergi, untuk kedua kelompok, strain antara rasa hormat tradisional mereka untuk kepentingan lokal dan baru di global. Bagaimana mengelolainimemanglicin.
      Salah satu tren penting dalam pembahasan terakhir telah menjelajahi sejarah dan nuansa idiom HAM. Berpusat pada bahasa menimbulkan masalah sendiri. Di satu sisi, tampaknya terlalu membatasi untuk membatasi diri untuk menganalisis klaim eksplisit dibuat atas nama "hak manusia" atau "hak asasi manusia." Sebagian besar aktivisme untuk keadilan sosial telah terjadi tanpa menggunakan idiom HAM. Apakah salah satu mengecualikan dari cerita drive ini untuk membuat tempat kerja yang aman, misalnya, jika dilakukan atas nama "keadilan sosial" bukan "hak asasi manusia"? Di sisi lain, analisis dilakukan atas nama "hak manusia" dapat sangat ketinggalan zaman, mirip dengan berbicara tentang perbaikan mobil pada abad keenam belas. Mohandas Gandhi, misalnya, disebutkan dalam beberapa buku yang dibahas di sini sebagai teman hak asasi manusia. Namun Gandhi umumnya tidak disukai "hak-talk" dari segala jenis, mengaitkannya dengan pemanjaan diri dari abad modern. Ini adalah salah satu cara dia berbeda dengan Partai Kongres India, yang perwakilan PBB adalah pendukung aktif kerja hak asasi manusia pada waktu itu. Gandhi lebih suka membingkai retorikanya dalam hal "tugas" dan menjaga jarak dari 1940 hak asasi manusia campaigns.
Ini seharusnya tidak mengejutkan bahwa kedua kecenderungan hanyalah versi kesenjangan universal / tertentu. Pendekatan luas dapat angin menyamakan "hak manusia" dengan apa pun "baik." Buddha dan Yesus sekarang menjadi aktivis hak asasi manusia. Hal semacam ini bisa cepat basah. Metode lain, bagaimanapun, berpotensi kepiting kita ke tempat-tempat di mana sihir beberapa kata-hak setiap orang, hak asasi manusia, derechos Humanos, renquan-sebenarnya sedang diucapkan.
 Tidak ada jawaban yang pasti di sini. Sebaliknya, sejarawan harus membuat pilihan informasi, membuat jelas bagi diri mereka sendiri dan pembaca mereka apa yang mereka, dan tidak, coba lakukan. Dengan hati-hati dalam pikiran, perhatian terhadap sejarah bicara hak asasi manusia dapat menghasilkan banyak. Klaim ahistoris tentang hak asasi manusia masih merajalela di kalangan aktivis, pengacara, dan ahli teori politik. Pernyataan Grand argumen abstrak yang dibuat atas nama hak asasi manusia terus berkembang, dengan tuduhan imperialisme budaya dan pertahanan relativisme budaya diduga datang di respon. Sejarawan memiliki kesempatan untuk menariknya diskusi ini ke tingkat yang lebih canggih dengan menolak untuk melihat kesenjangan particularist / universal sebagai kata terakhir. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan memperhatikan nuansa bahasa politik dalam pengaturan budaya yang berbeda. Dan beberapa sejarawan baru-baru ini melakukan hal itu.
 Klaim tentang hak-hak alam, hak setiap orang, atau hak asasi manusia adalah satu aspek dari ekspansi yang lebih besar dari hak-talk dalam tiga abad terakhir. Pada subjek hak asasi manusia, ada beberapa titik awal yang baik. Esai luka bakar Weston di Encyclopedia Britannica adalah permata, menyapu panorama melalui empat abad history. intelektual semacam gambaran umum, namun, seperti yang baik seperti itu, masih tetap hanya titik awal.
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian kepada subjek telah terjadi sebagai sejarawan dunia Euro awal modern mencoba untuk bergerak melampaui apa yang disebut "sintesis republik." Kerangka penafsiran, terutama terkait dengan JGA Pocock, dipahami banyak ketujuh belas dan kedelapan belas abad kehidupan politik sebagai curiga terhadap modernitas. Kebajikan adalah nilai inti sipil, perdagangan, kepentingan pribadi, dan hak-hak individu adalah tersangka. Tapi seperti penafsiran ini telah kehilangan penganut, itu juga telah menciptakan minat baru pada awal hak alam modern, terutama di dunia Anglo-Amerika. Knud Haakonssen telah menerbitkan sebuah penelitian yang sangat kaya teori hukum awal modern natural, menunjukkan pergeseran bertahap dari tugas untuk hak dalam etika ketujuh belas dan abad kedelapan belas dan philosophy.
 Haakonssen dimulai Hukum Alam dan Filsafat Moral dengan abad ketujuh belas pemikir, Hugo Grotius , Thomas Hobbes, dan Samuel Pufendorf. Sebagian besar buku ini diberikan kepada analisis rinci dari hasil pemikiran filsuf moral Skotlandia. Francis Hutcheson, David Hume, Adam Smith, Thomas Reid, Dugald Stewart, dan James Mill masing-masing mendapat sebuah bab. Dia menutup buku dengan diskusi tentang revolusi AS.
Menurut Haakonssen, Amerika retorika revolusioner didominasi oleh tradisi Eropa yang dipandang hak alam sebagai mengalir keluar dari hukum alam. Ada tatanan alam kepada dunia, dan tugas lebih penting daripada hak. Hak memang ada, hak asasi bahkan, tapi mereka "logis bawahan." Untuk Haakonssen, tahun 1970-an dan 1980-an perdebatan penafsiran liberal versus republik Revolusi Amerika kehilangan intinya. Ini bukan pertanyaan tentang "hak" versus "kebajikan." Bicara hak subjektif terputus dari hukum alam bukan koin umum sampai abad kesembilan belas. Pada saat revolusi, menurut Haakonssen, hak alamiah adalah "turunan dari pungutan yang diberlakukan oleh hukum alam." Haakonssen brilian membahas filsuf moral Eropa. Apa katanya tentang Revolusi Amerika adalah menarik tetapi kurang meyakinkan. Ia harus menutupi terlalu banyak terlalu cepat, sangat berbeda dari bab-bab tentang pemikir Skotlandia individu. Dalam pembahasannya tentang revolusi, ada paragraf terlalu banyak membuat pernyataan tentang perspektif Amerika yang tidak memiliki catatan kaki. Penulis harus melakukan terlalu rumit menjelaskan untuk membenarkan mengapa Amerika berbicara begitu bertubi-tubi tentang "hak" bukan "tugas." Bagian-bagian seperti itu bukan sejarah, mereka adalah filsuf modern yang merekonstruksi masa lalu sebagai secara logis seharusnya. Kritik ini, bagaimanapun, tidak dimaksudkan untuk mengurangi daya keseluruhan buku ini. Yang Haakonssen adalah diskusi yang paling canggih filsafat hak alam di generasi ini, suatu prestasi yang benar-benar tangguh.
 Sebuah rendering yang berbeda dari hak alami dapat ditemukan dalam karya Michael Zuckert. Zuckert telah menulis tubuh besar bekerja pada 1990-an menyerang synthesis.12 republik Tidak seperti Haakonssen, bagaimanapun, Zuckert membela, dengan semangat besar dan keuletan, gagasan bahwa revolusi adalah Lockean dan modern. Tidak seperti Haakonssen, ia menolak gagasan bahwa Locke hak alami berasal dari tugas hukum alam. Dan sedangkan Haakonssen berkurang pentingnya kontrak sosial dalam membaca tentang abad kedelapan belas berpikir hak alam, Zuckert terus menyorotnya. Amerika Serikat, menurut Zuckert, "alami hak republik."Zuckert melakukan pekerjaan yang baik untuk menunjukkan bagaimana alam meresap hak bicara adalah selama revolusi. Klaim yang paling berlebihan dari Kayu Pocock atau Gordon tentang asal republik klasik revolusi belum berdiri dengan baik. Analisis Zuckert dari Deklarasi Kemerdekaan juga sama meyakinkan. Sejak awal, Revolusi Amerika adalah tentang melindungi hak-hak alami. Dia kurang persuasif, namun, ketika alasan bahwa inti revolusioner pikir berasal dari John Locke. Ada beberapa tempat, seperti menunjukkan Haakonssen, di mana hak alam ide mungkin tumbuh. Selain itu, sebagus analisis Zuckert tentang ide-ide politik, politik sebagian besar hilang. Revolusioner Zuckert adalah filsuf politik, bukan politisi.
Kedua Haakonssen dan Zuckert unggul dalam analisis ide-ide politik. Mereka membaca layak, beberapa karya terbaik mencoba untuk memikirkan kembali pemikiran politik modern awal setelah kematian sintesis republik. Tapi pekerjaan mereka akan diragukan lagi akan meninggalkan banyak sejarawan dingin, melihat terlalu banyak seperti kuno sejarah intelektual. Hubungan ideologi politik teori politik Eropa sangat penting untuk para penulis ini. Ras dan jenis kelamin, namun, sebagian besar tidak ada. Mengejar kepentingan diabaikan. Para kotoran politik masa lalu, sehingga sayang untuk sejarawan, hilang.
Sebuah strain yang berbeda dari kerja baru tentang hak-hak alami adalah melihat bagaimana klaim-klaim tentang hak asasi manusia ditempatkan dalam pengaturan bersejarah tertentu, membongkar apa taruhan politik pada saat tertentu yang melekat pada koleksi rhetoric.13 Lynn Hunt dokumen tentang hak-hak manusia selama Revolusi Perancis adalah example.14 baik Deklarasi 1789 tentang Hak Manusia dan Warga Negara adalah tengara dalam sejarah diskusi hak asasi manusia. Berburu menyatukan dokumen akan kembali ke 1750-an tetapi terutama kencan 1789-1794, semua memperdebatkan implikasi dari teori hak alami. Deklarasi 1789 menjadi hanya satu titik berhenti dalam sebuah debat, bersemangat sedang berlangsung, dan terkadang kejam. Pada tumit adopsi deklarasi itu, perkelahian meletus tentang implikasinya terhadap budak Haiti hitam, wanita Perancis, dan Calvinis dan Yahudi yang tinggal di Perancis. Berburu menyajikan dokumen pada masing-masing sengketa. Tidak mengherankan, hasilnya berpetak-petak. Yahudi menjadi warga negara Prancis pada 1791, perbudakan berakhir di Haiti pada 1794, tetapi wanita, pada tahun 1793, secara eksplisit ditolak haknya untuk membentuk klub politik. Dalam satu dekade, Napoleon Bonaparte kembali perbudakan di koloni-koloni, menegaskan status kelas dua perempuan, tapi kewarganegaraan Yahudi kiri tersentuh. Pembicaraan tentang hak setiap orang, menurut Hunt, "membantu mendorong revolusi ke arah yang radikal, tetapi tidak dengan sendirinya mampu dasar permanen untuk aturan."
Hal ini tidak hanya siapa yang mendapat hak yang penting. Sama pentingnya adalah apa hak tersebut di atas meja. Itu juga memiliki sejarah. Ada yang sudah jelas-tidak ada hak atas jaminan sosial dalam deklarasi Perancis 1789. 1948 Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia, bagaimanapun, termasuk itu. Tapi berburu tidak lebih, mencatat berbagai cara bahwa hak berkerumun bersama-sama. Perbedaan antara hak sipil dan politik tersebut, dia melihat, adalah biasa dan sangat penting pada abad kedelapan belas. Hak-hak sipil termasuk kebebasan klasik seperti hak untuk memiliki properti, untuk tidak dijebloskan ke penjara tanpa penangkapan yang tepat dan percobaan, untuk diperlakukan sama di depan hukum. Hak-hak politik, di sisi lain, meliputi suara, yang melayani di juri, dan memegang kantor. Perbedaan seperti ini, penting dalam abad kedelapan belas dan kesembilan belas, bukan salah satu yang membuat masuk akal bagi kami. Pertengahan abad kedua puluh peristiwa yang kita sebut "Gerakan Hak Sipil" pada intinya memiliki drive untuk memperluas ke Amerika Afrika hak pilih-hak yang paling utama politik. Manusia internasional hak-hak masyarakat saat ini secara konvensional membedakan antara "hak-hak sipil dan politik" sebagai salah satu pengelompokan dan "hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya" sebagai lain. Ini menghubungkan dari "sipil" dan "politik" relatif baru. Itu adalah perbedaan antara mereka yang sangat penting dalam abad kedelapan belas dan kesembilan belas, perbedaan dengan konsekuensi nyata. Perempuan, misalnya, akan mendapatkan hak untuk memiliki properti di tahun 1800 tetapi tidak hak untuk memilih. Kesenjangan sipil terhadap politik secara rutin dikutip untuk ini. Memahami cara-cara yang haknya telah terkumpul bersama dari waktu ke waktu, ketika terikat untuk menutup perhatian pada konsekuensi politik, masih salah satu cara yang lebih bermanfaat bagi para sejarawan untuk membongkar sejarah hak-bicara.
Jika koleksi Hunt mengatakan kepada kita bagaimana melakukannya, Evolusi Paulus Lauren HAM internasional menunjukkan beberapa perangkap tidak memperhatikan nuansa retorika. Buku Lauren adalah gambaran tunggal terbaik aktivisme hak asasi manusia modern sejauh ini. Hal ini terutama informatif tentang politik 1940-an. Dan Lauren pantas terima kasih karena menjadi sarjana pertama untuk mengatasi masalah sistematis warna dan kerajaan dalam hubungannya dengan aktivisme hak asasi manusia. Dia menunjukkan bahwa hak asasi manusia idiom yang digunakan oleh Amerika Afrika di Amerika Serikat, orang kulit hitam di Afrika Selatan, dan aktivis anti-kolonial di Asia dan Afrika.
Kerja Lauren memungkinkan kita untuk menyadari bahwa kesenjangan antara "hak-hak sipil dan politik" dan "hak-hak ekonomi, sosial dan budaya," sekarang ditulis menjadi kebijaksanaan konvensional, itu sendiri mengkhianati asal-usul Barat gerakan hak-hak manusia kontemporer. Satu set ketiga ide, berputar di sekitar gagasan dari "penentuan-diri bangsa," juga bagian dari pertengahan abad HAM debates.16 Masalahnya, Barat tidak setuju bahwa ini adalah hak dasar manusia. Pada tahun 1946, aktivis Nigeria Mbonu Ojike akan menyatakan, "Hak untuk memerintah diri sendiri adalah hak alami." Tahun sebelumnya, Ho Chi Minh mendeklarasikan kemerdekaan Vietnam mengutip "hak asasi" Deklarasi Thomas Jefferson Kemerdekaan. Pada tahun 1952, Asia, Afrika, dan Amerika Latin bangsa, atas keberatan negara-negara Barat, secara resmi dibuat menghormati bagian "penentuan nasib sendiri rakyat" dari program hak asasi manusia PBB. Di negara-negara Barat, bagaimanapun, oposisi bertahan, bahkan sebagai kolonialisme formal adalah lipat. Seperti Michael Ignatieff baru-baru ini menunjukkan, esai terkenal Yesaya Berlin "Kebebasan Positif dan Negatif," pertama disampaikan sebagai kuliah Oxford pada tahun 1958, adalah sebagian ekspresi skeptisisme tentang nasionalisme Dunia Ketiga. Tentang waktu yang sama, ahli hukum Perancis René Cassin, yang kemudian memenangkan Hadiah Nobel untuk karyanya menyusun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, mengeluh bahwa PBB seluruh hak asasi manusia Program telah pergi berkat lagu ke "negara-negara Arab" memaksa "penentuan nasib sendiri" ke agenda. Pada tahun 1962, sejarawan Inggris Maurice Cranston, dalam sebuah buku banyak dibaca pada hak asasi manusia, berpendapat bahwa penentuan nasib sendiri tidak benar-benar milik di list.
 Lauren yang tepat untuk melihat anti-kolonialisme sebagai strain kunci diabaikan oleh sejarawan lainnya. Namun ia tidak membedakannya dari visi lain, praktek lebih membingungkan daripada mencerahkan. Apapun hal yang berbeda sejarawan membuat kota Ho Chi Minh, adalah aman untuk mengatakan ia tidak demokrat Jeffersonian, dan bahkan tidak Dealer Eleanor Baru Rooseveltian. Dalam akun Lauren, bagaimanapun, setiap perbedaan tersebut baik sambil lalu disebutkan atau diabaikan. Untuk Lauren, Ho serta Eleanor berkontribusi pada visi hak asasi manusia yang muncul. Mengutip Frantz Fanon yang celaka Bumi sebagai dokumen hak anti-kolonial manusia, Lauren tidak, tanpa mencatat perayaan Fanon kekerasan revolusioner dan ketidakpedulian umum untuk "borjuis" kebebasan sipil, hanya biasa misleading. ini mengabaikan perbedaan penting sekali dalam pandangan. Bahasa politik dapat memberitahu kita banyak, tapi hanya jika kita memperlakukan serius.
Lebih memperhatikan wacana politik, bagaimanapun, tidak diragukan lagi akan menghancurkan semboyan bahwa hak-talk ini tidak memiliki kehidupan di luar Barat. Klaim politik yang dibuat atas nama "hak alami," atau "hak manusia" lakukan permukaan pertama di Eropa Barat selama abad ketujuh belas dan kedelapan belas. Selama abad kesembilan belas, perdebatan ini menyebar ke Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Kita masih hanya tersebar bit ini sejarah.
Karya Stephen Angle dan Marina Svensson menunjukkan apa yang dapat dilakukan. Mereka masing-masing individu telah menulis buku yang sangat baik pada perdebatan HAM di China, dan mereka telah berkolaborasi pada koleksi buku documents. Angle adalah sejarah intelektual klasik, terutama baik di membongkar makna berlapis quan, kata tradisional yang berarti "kekuasaan" atau "otoritas" tapi sekitar pergantian awal abad kedua puluh yang akan digunakan untuk "hak." Pembacaan dekatnya terjemahan kunci dari pertengahan abad kesembilan belas teks dalam hukum internasional (di mana hak-talk pertama secara eksplisit memasuki perdebatan China) mengungkapkan bagaimana terjemahan rumit istilah kunci dapat. Angle juga bagus berkaitan kompleksitas neo-Konfusianisme pemikiran untuk sebuah diskusi yang muncul dari "hak." Svensson, lebih menyesuaikan diri dengan konteks politik konkret klaim ideologis, mengejar perdebatan abad kedua puluh tentang renquan, istilah sekarang umumnya diterjemahkan sebagai "hak asasi manusia." Svensson meruntuhkan asumsi bahwa tidak ada yang dibahas HAM di China sebelum Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia.
Hak Asasi Manusia Cina Reader, kerja kolektif mereka, membuat titik yang sama. Ini adalah ringkasan dari sumber primer di Cina pada renquan. Dokumen-dokumen menutupi seluruh abad kedua puluh, konteks dengan komentar informatif editor '. Sumber mereka menunjukkan, pertama-tama, bahwa perdebatan tentang "hak asasi manusia" muncul di Cina pada 1890, terhubung ke penilaian ulang yang lebih besar dari kesalehan Konghucu dalam menghadapi penghinaan Cina vis-à-vis Barat. Sepanjang abad terakhir, ideolog partai, pengacara, dan intelektual independen diperdebatkan konsep. Nasionalis Guomindang (GMD) intelektual dari tahun 1920 seperti Zhou Fohai eksplisit kontras panggilan Sun Yat-sen untuk "hak rakyat" (Minquan) dengan Revolusi Prancis "hak manusia" (renquan). Hanya mereka yang setia kepada bangsa, dalam perkiraan mereka, hak-hak layak. Pada tahun 1940, intelektual tertentu yang bekerja dengan Chiang Kai-shek membela gagasan tentang hak asasi manusia, meskipun Chiang melakukan not.21 Pada 1920-an dan 1940-an, aktivis mencoba untuk mendorong GMD menghormati warganya lebih mount "hak manusia" kampanye. Sebuah majalah berumur pendek disebut "HAM" (Renquan) diterbitkan di Cina pada tahun 1925. Komunis Tiongkok, sama, dalam enam puluh tahun terakhir, telah memiliki lebih dari satu posisi pada subjek. Pada waktu yang berbeda, mereka telah mencela hak asasi manusia berbicara sebagai tipu muslihat borjuis, digunakan idiom strategis, membuat gerakan perhentian dan singkat untuk menghormati hak-hak sipil dan politik, dan berpendapat bahwa inti sebenarnya dari hak asasi manusia adalah ekonomi dan sosial rights.
Pengertian tentang hak asasi manusia telah menjadi bagian dari perang ideologi Cina, tidak hanya pada 1990-an tapi untuk abad kedua puluh keseluruhan. Hal ini memiskinkan debat, Angle dan Svensson berpendapat, untuk mengurangi mereka untuk parasitisme Barat. The "diskusi tentang HAM di China," tulis mereka, "telah lama didorong oleh keprihatinan asli, bukan dipaksakan dari luar, dan telah interpretif dan kritis, bukan pasif dan imitatif."
Jika perhatian terhadap idiom dapat menyebabkan wawasan baru, sehingga juga bisa pemeriksaan tentang bagaimana tidak adanya idiom telah penting. Pada tahun 1993, PBB memperluas definisi "kejahatan perang" untuk memasukkan perkosaan sistematis. Sejarawan Atina Grossmann dan Elizabeth Heineman baru-baru ini ditulis pada apa artinya untuk tidak memiliki definisi kejahatan perang di 1940s.24 Ada, mereka mencatat, perkosaan brutal dan meluas perempuan Jerman oleh personil militer Soviet pada 1945. Namun, seperti Grossmann pertama kali diamati, tidak seperti apa bahkan ada yang berpendapat, ini bukan "dibungkam" pada saat itu. Bahkan sebaliknya, AS dan Inggris tentara petugas membahas perkosaan sebagai masalah penyakit kelamin, semua tentara pendudukan membahas masalah aborsi dibangkitkan (sejumlah besar perempuan Jerman diperkosa ingin aborsi), dan perempuan itu sendiri diedarkan cerita kelangsungan hidup satu sama lain . Bahkan Komunis Jerman secara terbuka khawatir bahwa perkosaan menghambat upaya untuk merekrut Jerman untuk Partai Komunis. Heineman menambahkan bahwa diskusi tentang perkosaan diperbolehkan Jerman untuk membangun citra diri mereka sebagai korban yang tidak bersalah perang. Ini bukan keheningan. Tetapi hal penting. Di tengah semua pembicaraan, pernah pada saat itu adalah pemerkosaan dibahas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Pemerkosaan itu bukan bagian dari dakwaan Nuremberg. Juga tidak ada kecaman internasional terhadap perilaku Soviet. "Era Perang Dingin referensi ke perkosaan Soviet," Heineman mengamati, "jelas mereka dalam politik, nasional, atau bahkan ras-hal dan tidak bertindak sebagai gender."Juga, saya akan menambahkan, sebagai pelanggaran HAM. Butuh gerakan perempuan tahun 1970-an dan 1980-an untuk mengubah cara diskusi berlangsung.
Bahasa hak asasi manusia adalah cairan. Istilah ini berarti hal yang sangat berbeda di berbagai titik dalam waktu. Mungkin terlalu banyak untuk mengatakan bahwa "hak asasi manusia" merupakan penanda kosong, tetapi mengingat berbagai penggunaan dari waktu ke waktu-kalimat dapat berarti bertentangan hal-yang tampaknya menjadi titik awal yang berguna. Hunt, Angle, Svensson, dan Grossmann menunjukkan bahwa sejarawan hak asasi manusia dapat berbuat banyak untuk lebih pemahaman kita tentang wacana politik global dengan tidak mengambil istilah untuk diberikan, dengan hati-hati memperhatikan kegunaan yang berbeda, dan dengan menempatkan mereka menggunakan dalam lokal, politik konteks. Justru di tidak memperlakukan pernyataan dari "hak asasi manusia" dalam hening, nada hormat bahwa kemungkinan terbaik berbohong.
Ini sejarawan menolak untuk tersandung oleh kesenjangan universal / lokal. Sebaliknya, mereka menulis sejarah lokal klaim universal. Seperti klaim-khususnya melekat pada wacana hak asasi manusia-telah menjadi salah satu cara bahwa masyarakat di seluruh dunia sekarang berinteraksi satu sama lain. Dalam hal ini, hak asasi manusia bicara berkomunikasi lintas budaya dengan cara yang mirip dengan uang, statistik, pidgin bahasa Inggris, atau diskusi tentang sepak bola. Idiom seperti itu penting, pada waktu yang sangat penting, tetapi mereka juga ekspresif tipis. Kami berhasil berkomunikasi dengan mereka, tetapi hanya dengan cara kasar dan siap, Tetapi jika hak asasi manusia telah menjadi salah satu francae linguae dari dunia global, ini tentu tidak berarti bahwa budaya lokal tidak relevan. Jika HAM bicara adalah seorang komunikator yang tipis lintas budaya, juga mengumpulkan makna lebih tebal dalam budaya. Hunt, Angle, Svensson, dan Grossmann mengeksplorasi bagaimana idiom universal memperoleh makna lokal yang diperebutkan dan berkembang melalui waktu. Dan mereka menjelajahi dengan mata yang tajam pada taruhannya politik tertentu yang terlibat pada suatu waktu tertentu. Ini adalah interaksi yang cermat dan terus-menerus antara lokal dan global, antara pengaturan politik yang spesifik dan klaim politik besar yang menjanjikan untuk berkontribusi knowledge.
Jika pembicaraan di mana-mana, meskipun, mengapa hak asasi manusia politik sangat lemah? Di sini kita beralih dari bahasa politik dengan sejarah aktivisme. Ini adalah daerah lain di mana karya terbaru banyak yang telah dilakukan, terutama melihat tahun 1940-an hingga saat ini. Enam puluh tahun terakhir telah benar-benar dibuat untuk perubahan yang luar biasa.
Aktivisme internasional atas nama beberapa hak dasar bersama tidak memiliki sejarah terhormat. Revolusi liberal abad kesembilan belas kedelapan belas dan awal terjadi dalam kerangka negara-bangsa. Sementara intelektual seperti Tom Paine dan Immanuel Kant bermimpi bergerak urusan internasional di luar "sistem Westphalia" dikhususkan untuk menghormati otonomi dari negara-negara berdaulat, Deklarasi Perancis tentang Hak Manusia dan Warga Negara dan Deklarasi Kemerdekaan Amerika baik mengumumkan hak-hak universal yang itu harus dilindungi oleh negara bangsa. Dengan kata lain, sejauh masyarakat internasional prihatin, negara masih bisa melakukan apa yang mereka inginkan di dalam perbatasan mereka. Anggapan ini tidak muncul telah secara dramatis ditantang sampai 1940-an, ketika hukum internasional terhadap genosida ditulis dan ketika menyatakan bahwa masyarakat dunia diperlukan untuk memantau hak asasi manusia.
Yang pasti, Gary Jonathan Bass, di Tetap Tangan Vengeance, sejarah yang sangat baik tentang perang pengadilan kejahatan, menunjukkan bahwa Inggris ingin mencoba Napoleon pada tahun 1815. (The Prusia ingin menembaknya.) Bass juga menceritakan upaya untuk mencoba Kaiser Wilhelm pada tahun 1919 atas kejahatan perang. Namun kedua kasus membuat titik tentang lemahnya hukum kemanusiaan sebelum 1940-an. Baik uji coba ini benar-benar terjadi. Napoleon dikapalkan ke Elba, Belanda tidak akan menyerahkan kaisar. Nuremberg ditandai yang pertama "sukses" kejahatan perang trial.
Jika Anda berpikir tentang "aktivisme hak asasi manusia" dengan cara lain-sebagai upaya untuk melakukan klaim lintas batas dalam nama dasar hak ini aktivisme telah sebentar-sebentar kuat tetapi tidak berkelanjutan. Kampanye internasional menentang perbudakan, upaya tersebar di tahun 1880-an dan 1890-an untuk mengatur pengobatan Kekaisaran Ottoman orang Kristen, kelahiran gerakan perempuan internasional adalah semua examples, Tapi begitu banyak yang tersisa dibatalkan. Tidak ada kecaman internasional atau organisasi yang ditujukan untuk pembantaian Indian di Amerika Serikat, tidak ada LSM transnasional penting memerangi pogrom terhadap Yahudi di Rusia. Tidak ada oposisi nyata internasional yang terorganisir untuk Eropa kerajaan, atau kelompok penting dari aktivis yang ditujukan untuk mengamankan mantan budak hak mereka di Amerika Serikat.
Rekening kuat Adam Hochschild tentang aktivisme internasional terhadap pembantaian pekerja Afrika di Kongo di bawah rezim kolonial Raja Leopold dari Belgia menggarisbawahi titik. Pemimpin kampanye adalah Edmund Dekan Morel, karyawan di sebuah jalur pelayaran Liverpool, yang tak lama setelah 1900 menjadi marah atas kekejaman nakal dan menakjubkan, mengabaikan pembunuh untuk hidup yang tuan Belgia dipamerkan ke arah mata pelajaran Afrika mereka. Kebrutalan yang mengerikan, kelaparan langsung, tidak manusiawi beban kerja-semuanya mencengangkan biasa. Hochschild menceritakan upaya tak kenal lelah dari Morel dan rekan-rekannya untuk membawa kengerian ini menjadi perhatian masyarakat Barat. Morel mengembangkan ikatan seluruh Eropa dan Amerika Serikat. Hochschild akurat melihat pekerjaan Morel sebagai jembatan antara aktivisme antiperbudakan internasional dari pertengahan abad kesembilan belas dan pekerjaan hak asasi manusia masa kini, Namun, keterbatasan menonjol. Morel difokuskan pada sendirian Kongo, menolak untuk memperluas perang salib ke tempat lain. Dia tidak melawan kerajaan pada umumnya dan, catatan Hochschild, "diabaikan penggunaan negaranya sendiri kerja paksa." Selain itu, ia Kongo Asosiasi Reformasi dibubarkan pada tahun 1913 setelah serangkaian reformasi Belgia tampaknya menempatkan koloni pada jalur yang lebih "manusiawi" kekaisaran. Kampanye Morel adalah jembatan, tapi-terbatas pada isu tertentu dan memudar dari keberadaan pura-pura setelah mencapai akhir itu yang lebih mirip versi yang lebih kecil dari upaya antiperbudakan sebelumnya transnasional dari hak asasi manusia kontemporer activism.
Ada kampanye tersebar lain untuk melindungi hak-hak dasar. Di Perancis, Ligue des Droits de l'Homme didirikan pada 1901 dan tetap aktif sampai pertengahan 1930s.30 Di Amerika Selatan, Liga Argentina por los Derechos del Hombre tanggal dari 1937,31 Beberapa Rusia, Amerika Latin, dan Eropa Barat pengacara internasional mencoba untuk menempatkan hak asasi manusia di atas meja selama tahun 1920, salah satu contoh dari internasionalisme hari. Internasionalisme ini mengambil bentuk bervariasi, budaya dan politik, tetapi secara umum adalah arus lemah, kewalahan oleh nasionalisme 1930 agresif Italia, Jerman, dan Jepang, dan harapan secara politik lebih lemah dari isolasionis Barat atau peredaan yang tinggal jauh dari perkelahian akan tetap mereka dari erupting, Juga bukan Liga Bangsa-Bangsa benar-benar berkomitmen untuk hak asasi manusia dalam arti 1940 dari istilah tersebut. Para pengacara internasional yang telah mencoba tangan mereka di HAM sejarah-Mary Ann Glendon, Geoffrey Robertson, AW Brian Simpson-masing-masing membuat titik ini dengan berbagai detail, seperti halnya sejarawan Paul Lauren.33 Liga tertarik dalam melindungi hak-hak kelompok minoritas , bukan individu. Minoritas ras di luar Eropa dibiarkan berjuang sendiri. Pengabdian Liga dengan prinsip penentuan nasib sendiri, sama, juga dirancang untuk melindungi hak-hak kelompok, bukan individu.
Pada tahun 1940, bagaimanapun, "fokus pada hak-hak minoritas telah digantikan oleh penekanan pada hak asasi manusia." Banyak karya baru pada sejarah aktivisme hak asasi manusia menggarisbawahi pentingnya dekade itu. Akun Mary Ann Glendon tentang pekerjaan Eleanor Roosevelt menyusun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia adalah salah satu yang terbaik dari buku terakhir. AW Brian Simpson, sejarawan hukum terkemuka, telah menulis sebuah buku besar pada peran Inggris dalam membingkai Konvensi 1950 tentang Hak Asasi Manusia Eropa, titik awal dari Pengadilan Eropa saat ini Hak Asasi Manusia. Inti dari Evolusi Paulus Lauren HAM Internasional adalah empat bab yang menceritakan tahun antar perang dan 1940-an. Masalah Samantha Power dari Neraka: America di Era Genosida memberikan sekilas pertama dari karir Raphael Lemkin di 1940-an, Lemkin menjadi Yahudi Polandia yang menciptakan istilah "genosida" dalam tahun 1944, merancang Konvensi PBB tentang Genosida dua tahun kemudian, dan mencurahkan energi besar dalam dekade berikutnya untuk menjaga dunia terfokus pada subjek. Account ini menggambar potret substantif pertama 1940-an HAM activism.
Cara ini menunjukkan kisaran aktor politik yang terlibat. Reformis liberal dan demokrat sosial adalah di garis depan-Eleanor Roosevelt dari Amerika Serikat, René Cassin dari Prancis. Namun pria yang sangat konservatif dan perempuan memainkan peran. Winston Churchill bertempur di akhir dekade untuk memiliki Komisi Eropa menyusun Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia. Glendon benar memberikan Charles Habib Malik, diplomat Lebanon, tempat yang menonjol dalam menyusun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Malik adalah roh konservatif yang mengakhiri karirnya sebagai pahlawan bagi kaum intelektual Kristen tertentu di Amerika States.36 Namun ia memainkan peran utama dalam menyusun Deklarasi Universal dan menggembalakan melalui PBB.
Aktivisme ini juga dirancang untuk membangun hukum internasional, dan Perserikatan Bangsa-baru berada di jantung kota. Prinsip-prinsip Nuremberg itu dimaksudkan untuk menjadi awal dari sesuatu yang jauh megah. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia adalah langkah pertama. Itu seperangkat prinsip seharusnya cepat berubah menjadi hukum internasional yang mengikat. Konvensi Genosida, yang diadopsi oleh Majelis Umum hari sebelum mengadopsi Deklarasi Universal, yang sama seharusnya masalah.
 Namun dunia menunggu sampai 1990 untuk pengadilan internasional utama berikutnya pengisian seseorang dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Perang Dingin dan perkelahian antara negara-negara Dunia Ketiga Barat dan menggerogoti Elan hak asasi manusia dari tahun 1940-an. Para ulama periode kedua yang penting adalah meninjau 1970-an, ketika terjadi ledakan minat dalam hak asasi manusia. Pertumbuhan eksponensial dari Amnesty International (yang didirikan pada 1961), serta kelahiran Human Rights Watch di New York, Ibu Plaza de Mayo di Buenos Aires, dan Grup Tonton Helsinki di Uni Soviet dan Eropa Timur -ini adalah cerita mulai menjadi told.
Baru jaringan komunikasi transnasional menjadi sangat penting. Aktivisme ini, dengan kata lain, merupakan bagian dari munculnya akhir abad kedua puluh globalisasi, titik tidak disebutkan dalam historiografi yang cukup. Dan pusat aktivisme bergeser. LSM bukan PBB adalah titik fokus. 1970-an aktivis kurang tertarik dalam hukum internasional, lebih diinvestasikan dalam mempublikasikan perilaku kejam untuk mempermalukan pelaku ke dalam perubahan. Bahkan para manusia baru hak kampanye benar-benar bagian dari gerakan massa. Sebaliknya, mereka bergantung pada sejumlah kecil orang yang sangat berpendidikan di Amerika Latin atau Eropa Timur berhubungan dengan aktivis di New York, London, Paris, dan Jenewa dan mendapatkan cerita mereka ke tempat-tempat seperti Le monde, New York Times, atau BBC . Perjanjian regional seperti perjanjian Helsinki, atau undang-undang nasional seperti Amandemen Jackson-Vanik di Amerika Serikat, jauh lebih penting daripada hukum internasional dibuat di PBB. Bahkan, hubungan antara PBB dan LSM hak asasi manusia Barat terus memburuk selama 1970s. Agenda tersebut juga menyusut dari tahun 1940. The "penentuan nasib sendiri rakyat" tetap dari layar radar dari LSM Barat, sumber utama dari ketegangan dengan perwakilan PBB. Tapi, sama pentingnya, tahun 1940-an umum liberal atau demokratis sosial penekanan pada hak-hak sipil dan politik serta hak ekonomi hilang. Western utama organisasi HAM, Amnesty International di London, Human Rights Watch di New York, Komisi Ahli Hukum Internasional di Jenewa, semua mengabdikan diri semata-mata untuk memerangi pelanggaran mengerikan hak sipil dan politik di seluruh dunia.
Akhirnya, gelombang ketiga tanggal aktivisme dari akhir 1980-an tetapi berkumpul uap nyata pada 1990-an. Menjadi begitu baru-baru ini, jauh lebih sedikit tertulis di atasnya. Namun, beberapa hal bisa dikatakan. Agenda Barat aktivis hak asasi manusia diperluas untuk mencakup hak kesehatan, hak perempuan, keadilan ekonomi, dan hak-hak masyarakat adat. Buka situs hari ini Amnesty International web dan Anda akan menemukan kampanye saat ini menyentuh satu set yang lebih luas banyak kekhawatiran dari pada tahun 1970. Ada juga minat baru dalam hukum internasional. Akhir Perang Dingin berubah aktivis hak asasi manusia kembali ke PBB. Ide tiran mencoba ditandai kembalinya perhatian 1940-an. Ekspansi dari sistem pengadilan PBB melalui badan-badan seperti Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia atau Pengadilan Kejahatan Internasional yang permanen adalah contoh drive ini.
Gelombang ketiga paling baru aktivisme juga melihat ledakan baru LSM hak asasi manusia di luar Barat. Mereka memiliki sejumlah besar agenda. Mereka sering ada pada anggaran hemat. Sangat sedikit penelitian sistematis telah dilakukan pada organisasi tersebut. Apakah mereka secara finansial didorong oleh Eropa Barat atau sumber-sumber AS tidak diketahui. (Beberapa, tapi kita tidak tahu apakah ini adalah biasa.) Bagaimana mereka penting, jika sama sekali, tidak memiliki cukup perhatian. Jika literatur baru menunjukkan tiga gelombang aktivisme sejak tahun 1940, juga mengungkapkan tiga sikap bersaing dari sejarawan untuk aktivisme ini. Pertama, ada "itu semakin lebih baik" cerita: dunia kini memberikan perhatian yang meningkat dalam pelanggaran hak. Hukum internasional adalah memperluas. Diktator dapat dituntut. Separuh terakhir abad ini, menurut Michael Ignatieff, telah direkayasa "revolusi hak." Beberapa account breezier ditujukan untuk khalayak populer memperlakukan subjek ini way.39 Ternyata di lain, bekerja lebih besar juga, meskipun, seperti yang dari Ignatieff.
Bagaimana para penulis berurusan dengan Kosovo atau Rwanda? Bagaimana mereka menjelaskan Amerika Serikat menghindar konvensi PBB tentang ranjau darat atau oposisinya terhadap Mahkamah Pidana Internasional baru? Beberapa hanya mengabaikan pekerjaan kotor dunia dan bernyanyi dengan bersorak Panglossian benar. Lainnya, lebih halus, menunjukkan bahwa perluasan bicara hak asasi manusia dan keunggulan LSM hak asasi manusia adalah tanda hal-hal baik akan datang. Figur meningkatnya Amnesty International, menurut para ilmuwan politik Ann Marie Clark dan Kathryn Sikkink, berarti bahwa norma-norma baru yang berliku jalan mereka ke pemerintah practice. The Foot Rosemary sejarawan telah menulis salah satu rendering terbaik dari sudut pandang ini. Hak nya luar Borders adalah rekening yang sangat baik dari keterlibatan China dengan masalah hak asasi manusia selama tahun 1980 dan 1990-an. Foot berpendapat bahwa partisipasi China meningkat dalam debat hak asasi manusia akan mendorong rezim untuk standar yang lebih baik apakah itu benar-benar ingin atau not. saya tetap skeptis. Lebih LSM hak asasi manusia tidak selalu berarti bahwa lebih sedikit orang yang ditahan atau disiksa. Partisipasi China di tempat-tempat PBB hak asasi manusia hanya sebanyak sarana membelokkan kritik internasional seperti yang pindah ke dataran lebih manusiawi, titik Marina Svensson catatan dalam account.
Foot dia adalah benar yang menunjukkan bahwa munculnya "manusia hak rezim "dalam dekade terakhir abad kedua puluh melempar sesuatu yang baru ke dalam hubungan internasional. Tapi penentuan rezim China untuk membasmi oposisi, kelemahan bimbang Komisi HAM PBB, keinginan ngiler modal di Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat untuk memiliki pasar baru di China, dan kurangnya kemauan politik , keunggulan internasional, dan konsistensi kebijakan di kiri adikuasa yang dominan, Amerika Serikat, semua bertentangan dengan pandangan bahwa masa depan akan melihat catatan yang lebih baik tentang hak asasi manusia di Cina.
Kepekaan kedua dalam penulisan sejarah melihat politik sebagai hak asasi manusia paradoksal. Jeffrey Wasserstrom, Marilyn Young, Joan Wallach Scott, dan Alice Bullard semua mengeksplorasi sifat ganda wacana hak asasi manusia. Robert Darnton membahas ironi sensor dengan membandingkan akhir abad kedelapan belas Perancis dan Jerman Timur tahun 1980. Lynn berburu melihat asal-usul hak asasi manusia sebagaimana terperosok dalam paradoks. Hak asasi manusia hak hibah idiom untuk beberapa tapi membawa mereka pergi dari others yang pasti, ini adalah kategori besar. Paradoks dapat diisi dengan cara yang sangat berbeda. Beberapa yang menulis dalam vena ini cukup skeptis terhadap hak asasi manusia ide-Scott dan Bullard. Namun yang lainnya-Darnton dan Wasserstrom-cukup simpatik. Apa pun perbedaan-perbedaan ini, bagaimanapun, fokus umum pada ironi dan paradoks hak asasi manusia adalah perubahan dari ketidakpedulian sebelumnya sejarawan subjek. "Paradox" bukan relativisme budaya persis, di mana setiap budaya otonom dinilai sesuai dengan standar internal. Juga tidak kritik Karl Marx tentang Deklarasi Perancis tentang Hak Manusia, di mana kepalsuan dari klaim universal yang rusak keseluruhan proyek. Titik sangat "paradoks" adalah bahwa masalah yang melekat tidak menghancurkan idiom. Seperti Marilyn cerdik catatan Young, paradoks tidak contradiction.45 Sebaliknya, paradoks panggilan untuk negosiasi terus-menerus antara klaim dan praktek. Tidak ada keputusan terakhir, tetapi kita harus terus berjalan. Dalam kontribusinya terhadap Hak Asasi Manusia dan Revolutions, Bullard starkly menyatakan sudut pandang dengan tepi yang jauh lebih kritis dari beberapa orang lain akan mengadopsi: "Bahasa HAM muncul terutama tidak cocok untuk situasi perbedaan budaya radikal, namun tulisan ini tidak berusaha menisbikan hak asasi manusia atau standar untuk evaluasi mereka " Namun bahkan bagi mereka sejarawan lebih simpatik dengan klaim hak asasi manusia, penekanan pada paradoks cenderung meninggalkan sedikit ruang untuk kemajuan. Cerita-cerita ini sejarawan mengatakan penuh dengan konsekuensi yang buruk atau yang tidak diinginkan secara bebas pencampuran dengan kata-kata yang paling mulia dan perbuatan. Sebagai Wasserstrom mencatat dalam sebuah esai yang sangat halus, aktivis dicat ide hak asasi manusia sesederhana dan sementara mereka "kompleks dan sering bertentangan secara internal."  
      Ini sejarawan mungkin benar tentang sifat paradoks hak asasi manusia mengklaim dalam dua abad terakhir. Namun tidak mengherankan bahwa sensibilitas ini adalah yang ditemukan di antara sejarawan akademis, bahwa suku dengan  "Paradox" dan baik temannya "Ironi" "paradoks hanya untuk menawarkan." Adalah kesombongan intelektual khusus, lapangan yang tepat bagi akademisi tetapi tidak baik disetel untuk sukses di dunia politik. Jangan gerakan politik perlu gairah lebih dari kompleksitas? Ketika telah paradoks mendorong siapa saja untuk kepahlawanan? Novelis Ceko Milan Kundera memiliki salah satu karakter di Keabadian dgn bercanda pernyataan bahwa mereka yang memberitakan paradoks adalah "sekutu cemerlang penggali kubur mereka sendiri." Ini adalah titik layak merenungkan. Jika bicara hak asasi manusia adalah praktik penuh dengan paradoks, yang tidak pertanda baik bagi masa depannya. Dengan kata lain, keberhasilan dan masuk akalnya kepekaan paradoks antara intelektual bisa sangat baik menjadi tanda retret yang lebih umum dari hak asasi manusia mengklaim dalam world.
Kepekaan ketiga dalam penulisan sejarah baru-baru ini marah, ditetapkan oleh jurang memilukan antara kata-kata bercahaya atau aktivisme berat dan hasil nyata yang sangat ramping. Penulis-penulis ini tidak berpikir cita-cita yang paradoksal. Mereka tidak ingin tinggal dengan ironi. Sebaliknya, mereka fokus pada kegagalan mengerikan untuk melindungi hak-hak dasar dalam dunia modern. Jurnalisme Daud Rieff mencontohkan sikap ini, seperti halnya karya buku spektakuler Adam Hochschild.
Samantha Power di sejarah Amerika Serikat dan genosida, Masalah dari neraka, memberikan contoh yang kuat. Daya, seorang wartawan yang telah pindah ke Pusat Carr Hak Asasi Manusia di Harvard, telah menulis sejarah yang paling mengharukan namun dari aktivisme hak asasi manusia dari abad kedua puluh. Dia menggambarkan, dari tahun 1940 hingga saat ini, penolakan lanjutan dari Amerika Serikat bermakna untuk berdamai dengan genosida. Tidak seperti begitu banyak sejarah hak asasi manusia yang ditulis dalam dekade terakhir, Power menekankan pelajaran yang belum pelajari, evasions lanjutan dari politisi AS, dan catatan menyedihkan dari masyarakat internasional.
Kekuatan akun Power datang dari dia mengabdikan tinta sebanyak untuk kekejaman untuk aktivisme. Sebagian besar sejarah lain yang dibahas di sini pusat berbeda-pada jaringan memperluas aktivis hak asasi manusia atau rezim internasional berkembang law, Power, meskipun, menggambarkan hard baik Lemkin Raphael menulis hukum terhadap genosida dan penyerangan dgn gas beracun Saddam Hussein warga sendiri. Dia menelusuri upaya kedua Senator William Proxmire mantap untuk memiliki Amerika Serikat meratifikasi Konvensi Genosida dan, dalam salah satu bab terbaik dari bukunya, upaya mutlak liuk seperti dari pemerintahan Clinton untuk menghindari menghadapi genosida di Rwanda. Hanya ketika kita memiliki rekening lebih bahwa, seperti Power, memperhitungkan pelanggaran HAM dan evasions akan kita mendapatkan penilaian yang lebih baik dari apa yang semua aktivisme telah benar-benar tercapai.
Belum ada cukup kerja yang sistematis tentang sejarah kebrutalan. Yang pasti, Holocaust dan genosida khususnya pada umumnya mata pelajaran reguler inquiry. kekejaman tertentu, seperti Perkosaan Nanjing, juga studied. Buku-buku seperti karya Norman Naimark pada pembersihan etnis atau Anne Applebaum di Gulag Soviet surface. Secara umum, bekerja pada kekerasan negara berkembang. Namun masih ada kesenjangan besar. Sejarah penyiksaan modern dalam semua keragaman dan partikularitas tetap underdeveloped. Kami tidak memiliki sejarah yang baik penghilangan. Ada penelitian individu perkosaan sebagai praktek masa perang tetapi tidak ada upaya nyata untuk menghubungkan mereka. Juga tidak ada pengenalan sejarah yang baik untuk masalah pemotongan alat kelamin perempuan, atau survei, sistematis komparatif apa macam penguasa kolonial kekerasan yang dilakukan pada populasi asli di abad kesembilan belas dan kedua puluh. Ini adalah topik menyedihkan, untuk memastikan. Tapi mereka pantas perhatian ilmiah yang sama yang genosida mendapat. Sambil sesekali hal yang ditulis tentang kekejaman tertentu dan praktek, integrasi konseptual biasanya tidak terjadi. Seperti Mark Mazower baru-baru ini berpendapat dalam jurnal ini, setelah pekerjaan ini akan dilakukan, sejarawan harus menjauh dari gambar kekerasan negara berasal dari Hitler Jerman atau Uni Soviet Stalin. Ada terlalu banyak kompleksitas dalam sejarah kekerasan yang model ini tidak bisa accommodate.
 Gelombang terakhir dari penulisan sejarah telah memberitahu kita banyak tentang apa yang aktivis hak asasi manusia telah lakukan. Hal ini mulai mengubah frase, mulia namun licin menjadi sesuatu yang dapat historis dibongkar. Tapi semua sejarah ini pada dasarnya telah ditulis dari dalam oleh para wartawan, pengacara, dan ulama yang memberikan kontribusi bagi aktivisme hak asasi manusia tahun 1990-an. Dan justru karena semua orang menulis sejarah ini berada di dalam klub, sangat sedikit pekerjaan ini mengajukan pertanyaan keras-apa jika semua aktivisme tidak terlalu penting? Bagaimana jika semua kebrutalan yang manusia lakukan untuk satu sama lain terus? Amnesty International mulai kampanye internasional terhadap penyiksaan pada tahun 1973. Kerja terbaru menunjukkan penyiksaan yang sama lazim today.
 Bagaimana jika klaim yang dibuat atas nama hak-hak universal bukan cara terbaik untuk melindungi orang? Pada 1840-an, itulah yang Karl Marx radikal menyarankan. Pada tahun 1940, itulah yang Hans Morgenthau, teoritikus konservatif realisme politik, dan Melville Herskovits, para relativis budaya liberal, adalah arguing.
Ketiganya prihatin perdamaian dunia, meskipun masing-masing memiliki cara yang berbeda untuk sampai ke sana: a kekerasan kesukaran ke tahap berikutnya dari sejarah, keseimbangan kekuasaan yang sedang berlangsung, sebuah penghormatan meningkat untuk perbedaan budaya. Tapi, meskipun perasaan mereka sangat berbeda, ketiganya sama-sama skeptis bahwa beberapa rezim hukum internasional liberal akan melakukan trik. Semua menemukan klaim universal masking sebuah keangkuhan berbahaya. Jika sejarah hak asasi manusia mulai bisa ditulis dari berbagai perspektif, kita akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengembangkan neraca yang lebih realistis dari keberhasilan dan kegagalan.
Setelah 9/11, telah terjadi pencurahan komentar tentang bahaya bahwa era hak asasi manusia adalah over Sebuah beberapa account sekarang muncul ke permukaan-baik jurnalistik dan ilmiah-dengan alasan bahwa gelombang aktivisme terakhir belum sangat sukses di semua .
Optimisme yang menggarisbawahi begitu banyak tulisan 1990-sekarang tampaknya menjadi masa lalu. Ini telah terjadi sebelumnya, pada 1950-an, misalnya, ketika Perang Dingin dan dekolonisasi merusak antusiasme dekade sebelumnya dan berhenti drive baru lahir untuk hukum hak asasi manusia internasional di jalurnya selama lima puluh tahun ke depan. Hanya waktu yang akan memberitahu apakah hal yang sama sedang terjadi sekarang. Jawabannya akhirnya akan membantu kita melihat apakah tulisan baru pada sejarah hak asasi manusia merupakan catatan kaki untuk sirip-de-Siècle fantasi atau awal yang benar untuk cara baru berada di dunia.


REVOLUSI PRANCIS
Sebelum 1789, tahun Revolusi Perancis dimulai, bangsa-bangsa hanya dengan pemahaman yang benar tentang konsepsi modern tentang hak asasi manusia adalah Britania Raya dan bekas koloninya, Amerika Serikat. Untuk kedua negara, hak yang paling penting adalah politik dan hak-hak sipil-hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, kebebasan berekspresi, dan kesetaraan di depan hukum. Hak asasi manusia juga mencakup ekonomi dan sosial kebebasan-hak untuk pindah dari kelas menjadi yang satu lahir, misalnya, dan tidak lagi tergantung pada keinginan orang lain untuk mata pencaharian seseorang (seperti yang terjadi pada abad kedelapan belas untuk tani Prancis pendapatan yang berfluktuasi tidak hanya karena tanaman setiap musim, tetapi juga untuk jumlah pembayaran feodal mereka memutuskan untuk membebankan). Selama dekade terakhir abad kedelapan belas, dua segmen masyarakat Prancis-perempuan dan Real Ketiga (Perancis kelas menengah dan miskin)-berusaha untuk mendapatkan semua hak-hak politik, ekonomi, dan sosial-yang sebagian besar telah ditahan dari mereka. Upaya mereka untuk mengubah Prancis dari negara didominasi oleh raja, pendeta, dan bangsawan menjadi satu yang memperhitungkan kebutuhan seluruh bangsa membantu memimpin Revolusi Perancis. Revolusi secara signifikan mengubah masyarakat Perancis, tetapi hanya untuk satu dekade-sayangnya, dengan pergantian abad kesembilan belas, ketika Napoleon Bonaparte naik ke kekuasaan, Prancis telah sebagian besar kembali ke cara lama. Revolusi lebih Beberapa dibutuhkan sampai Perancis berhasil membangun sebuah republik, pemerintah untuk semua orang.           

Hidup
  Sebelum Revolusi
Pada tahun-tahun sebelum revolusi, wanita Perancis menikmati hampir tidak ada hak-hak sipil atau ekonomi. Sebagai Darline Gay Levy, Harriet Branson Applewhite, dan Maria Durham Johnson menjelaskan dalam pendahuluan Perempuan dalam Revolusi Paris, 1789-1795: "Pada umumnya, perempuan secara hukum benar-benar tunduk kepada suami mereka atau ayah di hampir semua bidang kontrak pernikahan, hukum waris, properti dan hukum pajak, dan pengaturan hak asuh anak. Pernikahan adalah tak terpisahkan "Perempuan mulia tidak diizinkan untuk memutuskan sengketa properti yang mereka pegang.. Sementara itu, perempuan yang bekerja tidak memiliki hak-hak ekonomi dan perlindungan, banyak khawatir tentang masuknya manusia ke dalam pekerjaan tradisional perempuan seperti penjahit dan sedjadjar. Para wanita ini takut itu, kecuali pekerjaan tersebut dibatasi untuk perempuan, "seks yang lebih adil" harus mencari pekerjaan kurang terhormat.
Perempuan bukanlah satu-satunya di Perancis yang tidak diberikan hak dasar manusia, tentu saja. Memang, petani Prancis hidup di bawah kondisi terburuk. Meskipun industri itu menjadi bagian yang lebih penting dari perekonomian bangsa, Prancis masih sebagian besar tergantung pada sistem feodal di mana feodal kuat (Seigneurs) yang dimiliki lahan pertanian yang menguntungkan petani tinggal dan bekerja. Beberapa petani sudah berhasil mendapatkan cukup uang dari hasil panen mereka untuk membeli plot mereka sendiri kecil tanah, tetapi sebagian besar hidup dalam kemiskinan, sepenuhnya di bawah jempol dari Seigneurs. Dalam bukunya The Rezim Lama dan Revolusi Perancis, abad kesembilan belas sejarawan Alexis de Tocqueville rincian beban petani khas: Di mana-mana bangsawan warga dipungut iuran pada pameran dan pasar, dan di mana-mana menikmati hak eksklusif dari berburu adalah aturan umum bahwa petani harus membawa gandum mereka ke pabrik tuan mereka dan anggur kepada pers anggurnya. Sebuah hak universal dan sangat berat adalah bernama lods et ventes; artinya impost sebuah dipungut oleh penguasa pada transfer tanah di wilayahnya. Dan sepanjang seluruh Prancis tanah itu dikenakan quitrents, sewa tanah, iuran dalam bentuk uang atau dalam bentuk hutang oleh pemilik para petani terhadap tuannya dan bisa diperbaiki dengan mantan.
Tidak hanya petani berutang sewa dan tanaman untuk feodal mereka, mereka juga harus membayar pajak memberatkan pemerintah. Sebagai perbandingan, sebagai Gwynne Lewis menjelaskan dalam Revolusi Perancis: Rethinking Debat, "berarti Bertahannya struktur sosial feodal bahwa kekayaan sesungguhnya dari negara itu tidak dikenai pajak: pemilik tanah besar, Gereja dan kaum bangsawan, lolos sebagian besar pajak yang jatuh di atas tanah. "
Bahkan petani pemilik tanah yang jauh dari nyaman secara ekonomi. Sebagai JF Bosher menunjukkan dalam bukunya, Revolusi Perancis, keluarga pedesaan khas dari lima yang dibutuhkan enam puluh gantang gandum per tahun, Namun "atau dengan rotasi tiga tahunan tanaman, sekitar 15 hektar tanah untuk makanan.", Mayoritas Perancis-petani sebanyak 70 persen di wilayah Cambresis, misalnya-yang dimiliki kurang dari dua dan setengah hektar lahan pertanian. Lebih buruk lagi, Perancis mengalami kekeringan beberapa musim dingin yang keras selama 1780-an, dan petani Perancis tidak menyadari baru, teknik pertanian yang lebih efisien; paling banyak digunakan alat-alat kuno dan metode yang tanggal kembali ke abad pertengahan.
Sementara beberapa petani setidaknya bisa berharap bahwa mereka akan tumbuh gandum cukup untuk menutupi uang yang terutang untuk tuan tanah dan pemerintah dan menyediakan makanan untuk keluarga mereka, kaum miskin kota-yang, jika tidak menganggur, bekerja terutama di pabrik-pabrik dan toko-bergantung pada keterjangkauan dan ketersediaan pra-panggang roti. Pada musim panas tahun 1787, sepotong empat pon, dua di antaranya yang diperlukan setiap hari untuk memberi makan keluarga dari empat, biaya delapan sous. Karena sebagian besar untuk cuaca buruk dan hasil panen rendah, dengan Februari 1789 harga telah hampir dua kali lipat menjadi lima belas sous. Dalam Warga bukunya: A Chronicle dari Revolusi Perancis, Simon Schama mencatat: "Para [harian] rata-rata upah seorang pekerja adalah antara sous dua puluh dan tiga puluh, dari tukang batu harian di empat puluh paling. Penggandaan roti-harga dan kayu bakar-dieja kemelaratan. "Pekerja perkotaan, terutama di Paris, mulai memprotes harga roti. Ketika dua produsen Paris, reveillon dan Henriot, menyarankan pada akhir April 1789 bahwa distribusi roti harus diregulasi, sehingga menurunkan harga dan mengurangi baik upah dan biaya produksi, kerusuhan pun terjadi. Buruh-bukan hanya mereka yang bekerja untuk roti-mengambil tindakan kekerasan terhadap reveillon dan Henriot karena mereka takut bahwa pengusaha lain akan menggunakan harga roti berkurang sebagai alasan untuk memotong upah pekerja mereka sendiri '.
Sektor lain dari masyarakat Perancis yang mulai memprotes perlakuan yang tidak sama adalah kaum borjuis, atau kelas menengah. Tidak seperti kaum miskin pedesaan dan perkotaan, kelas ekonomi, yang anggotanya akan membuktikan begitu penting selama revolusi, sudah mulai mendapatkan status ekonomi dan sosial sebelum 1789. Seperti penduduk Prancis mulai migrasi dari satu negara ke kota dan pabrik-pabrik mulai dot lanskap perkotaan, kapitalis dan pemodal melihat kekayaan mereka terus meningkat. Kelas menengah anak-anak memiliki lebih banyak akses ke pendidikan dan kebudayaan, dan pendidikan mereka membawa mereka dalam kontak dekat dengan aristokrasi Perancis, yang mengakibatkan banyak pernikahan antara kelas atas dan menengah. Namun, kekuatan tumbuh-ing ekonomi kelas menengah Prancis tidak disertai dengan kekuatan politik yang sama. Anggota borjuis Estate Ketiga secara khusus dirugikan oleh fakta bahwa suara di Estates-General (badan legislatif bersidang pada kesempatan langka oleh raja) dihitung oleh real, bukan kepala. Jadi Estate Ketiga sering menemukan dirinya kalah suara oleh Estate Pertama (pendeta) dan Real Kedua (bangsawan), yang biasanya memberikan suara bersama untuk langkah-langkah yang furthered kepentingan mereka dengan mengorbankan kebutuhan Estate Ketiga. Namun, Real Ketiga memiliki deputi dua kali lebih banyak sebagai salah satu dari dua perkebunan lainnya. Dengan demikian, pemungutan suara telah dilakukan dengan hitungan kepala, semua Estate Ketiga terpadu perlu adalah suara tunggal baik dari kaum bangsawan atau ulama untuk membentuk mayoritas. Sebuah suara politik yang meningkat adalah untuk sebagian besar kelas menengah rakyat Prancis hak manusia yang paling penting yang harus dicapai. Albert Mathiez, penerjemah terkemuka revolusi, mengatakan dari kelas menengah, "Mereka maju terus (secara ekonomi). Kenaikan yang sangat mereka membuat mereka lebih akut sensitif terhadap status hukum yang lebih rendah daripada mereka masih dikutuk. "Menuntut Hak Keluhan perempuan, masyarakat miskin pedesaan dan perkotaan, dan kelas menengah memuncak pada Revolusi Perancis. Revolusi ini dimulai pada 1789, dengan tuntutan pertama untuk hak yang lebih besar yang dibuat Januari oleh wanita Perancis. Pada tanggal 1 Januari 1789, Raja Louis XVI disajikan dengan Petisi Perempuan Estate Ketiga untuk Raja. Hak-hak yang dituntut oleh wanita termasuk izin untuk mengirim wakil perempuan untuk Estates-General, hak untuk pendidikan yang memadai, dan hak untuk memperoleh hidup yang terhormat (dan dengan demikian menghindari hanyut ke dalam prostitusi). Tuntutan itu tidak terlalu radikal-petisi menjelaskan bahwa mereka tidak meminta kesetaraan dengan laki-laki. Para Pemohon menjelaskan, "Kami meminta untuk tercerahkan, untuk memiliki pekerjaan, bukan untuk merebut kekuasaan pria, tetapi agar lebih terhormat oleh mereka." Mereka menambahkan lebih lanjut, "mohon Kami Anda, Baginda, untuk mendirikan sekolah gratis di mana kita bisa belajar bahasa kita berdasarkan prinsip-prinsip, agama dan etika Ilmu? mereka hanya melayani untuk mengilhami kita dengan kebanggaan bodoh, membawa kita untuk pengetahuan yang, bertentangan dengan keinginan alam. "
Wanita lain, bagaimanapun, lebih radikal dalam tuntutan mereka. Pada September 1791 Marie Gouze, di bawah nama samaran Olympe de gouges, diterbitkan pamflet, Deklarasi Hak-hak Perempuan. Pamflet, yang ditujukan kepada Ratu Marie-Antoinette, menegaskan bahwa perempuan berhak tujuh belas hak, termasuk hak milik, kebebasan berbicara, dan akses yang sama terhadap publik dan swasta Banyak wanita juga menyatakan politik mereka "martabat, kantor, dan employments." opini di salon, klub yang telah berkembang sepanjang abad kedelapan belas, dimana perempuan kelas atas dan kelas menengah bisa berkumpul dengan para penulis dan filsuf terkemuka untuk membahas masalah penting.    
Untuk beberapa wanita, namun, berkumpul bersama untuk membahas politik dengan memimpin filsuf atau menulis pamflet revolusioner hampir tidak praktis. Untuk para wanita miskin di Paris, akses ke roti terjangkau adalah hak yang paling penting. Pada Oktober 1789 sekelompok besar perempuan miskin berbaris ke Versailles, istana kerajaan terletak dua belas mil di luar ibukota, untuk menuntut roti, karena pasokan terbatas di dalam kota. Setelah mencapai istana, sebuah delegasi kecil perempuan diberikan penonton dengan Raja Louis XVI. Para wanita akhirnya meyakinkan raja untuk menandatangani dekrit setuju untuk memberikan Paris dengan toko roti yang cukup terjangkau.
Wanita Perancis tidak kekurangan dukungan laki-laki dalam pencarian mereka untuk hak asasi manusia. Salah satu suara pria terkemuka untuk kesetaraan politik perempuan adalah Marie-Jean Caritat, Marquis de Condorcet. Condorcet, seorang anggota majelis kota Paris, menyatakan dukungan untuk hak-hak perempuan dalam dokumen 1790 Juli, "Di Pendaftaran Perempuan untuk Hak-Hak Kewarganegaraan." Condorcet berpendapat bahwa, seperti pria, wanita dapat memperoleh dan menganalisis ide-ide moral yang dan karena itu sama-sama berhak atas hak. Dia mengakui bahwa perempuan mungkin memilih untuk tinggal di wilayah domestik dan mungkin tidak seperti yang memenuhi syarat untuk jabatan politik, tetapi ia menyatakan bahwa perbedaan tersebut tidak harus mengarah pada perlakuan yang tidak sama. Menurut Condorcet: Hal ini tidak adil untuk memajukan sebagai dasar untuk tetap menolak perempuan menikmati hak-hak alami mereka alasan-alasan yang hanya memiliki semacam kenyataan karena perempuan tidak menikmati hak-hak di tempat pertama. Jika seseorang mengakui seperti argumen-unsur terhadap perempuan, juga akan diperlukan untuk mengambil hak-hak kewarganegaraan itu sebagian dari orang yang, harus bekerja tanpa istirahat, tidak dapat memperoleh pencerahan atau berolahraga alasan, dan segera sedikit demi sedikit laki-laki satunya yang akan diizinkan untuk menjadi warga negara akan menjadi mereka yang telah mengikuti kursus dalam hukum publik.
Wanita Prancis bertemu beberapa tujuan awal mereka revolusioner. Levy, Applewhite, dan Johnson menyimpulkan dalam buku mereka bahwa perempuan Prancis menjadi politis berpengaruh; tiga penulis menegaskan bahwa pemerintah Prancis tidak bisa lagi mengabaikan tuntutan subyek perempuan mereka. Wanita juga diuntungkan secara ekonomi, dengan sebelumnya yang bias gender undang-undang tentang hak waris dan harta santai di bawah rezim baru. Hukum perceraian status sipil 1792 wanita yang ditingkatkan lebih lanjut dengan menetapkan tujuh alasan untuk perceraian bahwa perempuan maupun laki-laki bisa menggunakan, termasuk kegilaan, kebrutalan, dan ditinggalkan. Undang-undang baru dibuat itu sama mudah untuk pria dan wanita untuk membubarkan perkawinan dengan cepat dan murah.
Bagi petani, perubahan datang dengan cepat dan keras. Pada Juli 1789 Perancis didera oleh apa yang kemudian dikenal sebagai Di keempat belas bulan itu "Ketakutan Besar.", Sebuah kerusuhan di Bastille, sebuah penjara Paris dan gudang senjata, telah mengakibatkan kematian lebih dari seratus orang. Kerusuhan dimulai ketika warga Paris-takut bahwa tentara baru-baru ini dikirim ke kota itu oleh Raja Louis XVI mungkin memutuskan untuk menyerang penduduk-mulai mengumpulkan senjata di Bastille. Pemberontakan serupa terhadap pemerintah diikuti. Warga pedesaan mulai mendengar desas-desus bahwa Raja Louis XVI memerintahkan pasukannya ke pedesaan Prancis untuk menyumbat pemberontakan petani. Petani takut mulai membakar dan menjarah manor, menghancurkan catatan feodal, dan reclaiming apa yang sebelumnya tanah umum. Pada tanggal 4 Agustus 1789, khawatir bahwa demonstrasi tidak akan berhenti, bangsawan bangsa setuju untuk menyerahkan sebagian hak-hak feodal mereka. Keputusan ini dikodifikasikan satu minggu kemudian oleh Majelis Nasional. Petani kini bebas untuk mendapatkan upah mereka sendiri, tidak dibebani oleh perpuluhan feodal; elemen ekonomi hak asasi manusia telah menjadi kenyataan bagi bangsa miskin pedesaan. Kebebasan ekonomi bagi buruh perkotaan juga melebar selama revolusi. Penghapusan serikat diperbolehkan pengrajin lebih berbagai peluang-tunities untuk mencari pekerjaan, tidak dibebani oleh sistem hirarki yang rumit. Lokakarya didirikan di seluruh kota-kota sumber lapangan kerja bagi perempuan miskin. Buruh perkotaan sering melakukan pemogokan, dengan upah yang lebih tinggi hasil yang umum. Roti menjadi lebih terjangkau; pada tahun 1793, harga roti adalah enam sous
i.
Kemenangan besar pertama dari borjuis adalah membentuk kembali dari Estates-General ke Majelis Nasional. Pada tanggal 5 Mei 1789, Raja Louis XVI yang diselenggarakan Estates-General untuk pertemuan pertama dalam 175 tahun untuk membahas solusi untuk kesengsaraan ekonomi Prancis. Para delegasi juga diperdebatkan tentang cara pemungutan suara harus dilanjutkan dan apakah sistem perwakilan harus diubah. Estate Ketiga berjalan keluar dari pertemuan itu ketika dua lainnya perkebunan menolak untuk mengubah metode tradisional suara. Pada tanggal 17 Juni 1789, Estate Ketiga mengadakan pertemuan sendiri dan mendeklarasikan diri Majelis Nasional, mengundang para delegasi dari dua kawasan lain untuk bergabung. Dalam estimasi Nora Temple, penulis buku The Road to 1789: Dari Reformasi ke Revolusi di Prancis, pembentukan Majelis Nasional "[adalah] secara teknis awal revolusi karena Estate Ketiga, dan beberapa ulama yang dengan tahap itu bergabung itu, tahu bahwa mereka mengklaim kekuasaan berdaulat ketika mereka diasumsikan judul Majelis Nasional "Sebuah istirahat dari monarki dari apa yang akan dikenal sebagai rezim lama, telah resmi dimulai.       
Pencapaian kedua dari Majelis Nasional, dan salah satu yang memiliki pengaruh terbesar pada konsep hak asasi manusia modern, adalah adopsi dari Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara pada tanggal 26 Agustus 1789. Debat tentang apa yang akan dimasukkan dalam dokumen mulai awal bulan, yang berpuncak pada keputusan untuk pare bawah dua puluh empat awalnya dipahami hak untuk tujuh belas. Deputi Majelis berdebat seberapa besar pengaruh Deklarasi Amerika Serikat Kemerdekaan harus ada di dokumen, perselisihan kepala adalah apakah pemahaman Amerika kesetaraan bisa ditransfer berhasil untuk sebuah negara dengan sejarah panjang aristokrasi dan feodalisme. Pada akhirnya, sementara Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara yang sebagian dipengaruhi oleh pendahulunya Amerika, dokumen Perancis membuktikan unik dan abadi dengan caranya sendiri. Yang paling penting bagi banyak kaum revolusioner, adalah bahwa deklarasi membantu kelas menengah Prancis mencapai tujuan terbesarnya: kodifikasi hak-hak politik, sosial, dan sipil dasar.
Para sejarawan telah lama disepakati bahwa beberapa dokumen telah lebih berpengaruh dalam sejarah Barat dari deklarasi. Geoffrey terbaik, editor Revolusi Permanen: Revolusi Perancis dan Legacy nya, 1789-1989, berpendapat bahwa Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara adalah penting karena pemahaman realistis bahwa agar bermanfaat, hak yang tidak bisa abstrak . Sebaliknya, mereka harus dikodifikasikan dalam yang berfungsi dengan baik konstitusi. Sebagai opines Terbaik, "adalah sejarah modern kaya contoh negara dengan konstitusi yang berbunyi sangat baik, tetapi dalam fungsi yang ada tangkapan tersembunyi atau kegagalan yang praktis sampah mereka sejauh hak asasi manusia pergi." Best lebih lanjut menjelaskan bahwa deklarasi itu adalah penting prestasi karena dokumen yang menyatakan hak-hak Prancis sebagai manusia dan sebagai bangsa, tanpa memandang penguasa sebelumnya atau saat ini. Paragraf pembukaan bantuan deklarasi menggambarkan apa Lynn Hunt, dalam pengantar ke Revolusi Prancis dan Hak Asasi Manusia: Sebuah Sejarah Singkat Dokumenter, menjelaskan sebagai "Visi pemerintah berdasarkan prinsip-benar berbeda dengan monarki" Majelis Nasional: Majelis Nasional mengakui dan menyatakan, di hadapan dan di bawah naungan Yang Mahatinggi, hak mengikuti manusia dan warga negara.           
1.      Pria yang lahir dan tetap bebas dan sama dalam hak. Perbedaan sosial dapat hanya didasarkan pada utilitas umum.      
2.      Tujuan dari setiap asosiasi politik adalah pelestarian alam dan yg tdk dpt diceraikan [jelas] hak-hak manusia. Hak-hak ini kebebasan, properti, keamanan, dan ketahanan terhadap penindasan.
3.      Sumber kedaulatan semua pada dasarnya di negara ini; tubuh, individu tidak dapat menggunakan wewenang yang tidak melanjutkan dari itu dalam hal biasa.
Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara telah terbukti menjadi salah satu dokumen paling berpengaruh dalam sejarah, yang telah mempengaruhi upaya untuk hak asasi manusia di tidak hanya Eropa tetapi di seluruh dunia. Prestasi lain selama Revolusi Perancis ternyata kurang abadi.
Wanita Perancis, yang telah diuntungkan selama tahap awal revolusi, menemukan diri mereka bertentangan dengan Jacobin, pihak radikal yang dipimpin oleh Robespierre Maximilien de dan Georges Danton. Kaum Jacobin naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 1792 dan mendirikan Republik Perancis pertama. Percaya bahwa perempuan tidak termasuk dalam bidang politik, pemerintah Jacobin ditutup klub politik perempuan pada November 1793. Konvensi-badan pengatur dari Republik Prancis-memiliki membuat keputusan itu setelah mendengar laporan oleh André Amar, yang menyarankan bahwa akan lebih berbahaya untuk memberi perempuan kekuasaan terlalu banyak politik. Dia menyatakan, "Perempuan yang dibuang oleh organisasi mereka untuk suatu perangsangan berlebihan yang akan mematikan dalam urusan publik. Kepentingan negara akan segera dikorbankan untuk segala sesuatu yang semangat dalam gairah dapat menghasilkan di jalan kesalahan dan gangguan. "Beberapa wanita revolusioner lebih menonjol tidak hanya kehilangan hak-hak mereka tapi juga kehidupan mereka. Pemerintahan Jacobin telah dikaitkan dengan Pemerintahan Teror, hamparan hampir setahun penuh antara jatuhnya 1793 dan musim panas tahun 1794 ketika pemerintah menahan dan membunuh lebih dari dua puluh ribu orang itu diyakini secara politik berbahaya, termasuk perempuan yang diyakini gagal dalam peran mereka sebagai istri taat dan ibu. Olympe de gouges dan Marie-Antoinette juga menjadi korban. Nasib wanita Perancis tidak membaik setelah Thermidorians lebih moderat menggulingkan rezim Jacobin pada bulan Juli 1794. Lokakarya Perempuan dibubarkan pada tahun 1795, dengan pemerintah mendesak perempuan untuk bekerja di rumah agar mereka bisa lebih baik istri dan ibu.
Keuntungan sederhana oleh masyarakat miskin perkotaan juga terbukti berumur pendek. Revolusi selama satu dekade, yang bertepatan dengan perang melawan musuh beberapa Eropa, didera ekonomi Perancis sudah rentan. Bahan makanan yang terjangkau terus menjadi masalah bagi keluarga perkotaan. Meskipun kerusuhan dan upaya Konvensi untuk menjamin ketentuan yang memadai bagi kaum miskin kota, tingginya biaya roti tetap masalah. Pada tahun 1792 penimbunan disebabkan kenaikan biaya gula. Levy, Applewhite, dan Johnson menjelaskan, "ditimbun Spekulan toko besar produk kolonial seperti gula, kopi, dan teh di harapan keuntungan masa depan dari sup habis-lapisan." Kekhawatiran atas alokasi yang tidak sama dari telur dan mentega menimbulkan kerusuhan pada 1793. Pekerja perkotaan kehilangan kekuatan ekonomi yang mereka peroleh ketika Majelis Nasional meloloskan undang-undang Le Chapelier tahun 1791, yang melarang koalisi semua pekerja dan rakitan. Sebuah September 1793 hukum ditempatkan batas upah. Kebebasan dari rasa lapar dan ingin pernah menjadi benar dicari yang paling sungguh-sungguh oleh kaum miskin kota, tapi itu hak mereka tidak dapat menikmati.
Akhir dari feodalisme adalah di permukaan prestasi yang signifikan bagi para petani, yang tidak lagi menderita beban iuran yang berlebihan dan pajak. Namun tidak semua petani mendapat manfaat yang sama dari revolusi. Sejarawan George Lefebvre menunjukkan bahwa hanya kaya petani mampu membeli properti Gereja, yang telah menjadi tersedia untuk pembelian ketika Majelis Nasional menyita tanah yang dipegang oleh ulama. Selain itu, ia menjelaskan, para penguasa yang telah mendominasi pedesaan sebelum revolusi itu hanya diubah oleh revolusi menjadi tuan tanah yang masih dipegang sebagian besar kekuatan ekonomi dan politik di Perancis pedesaan. Dia menulis, "Konsekuensi Revolusi dari 1789 sampai Teror itu, untuk sebagian besar, secara sosial konservatif. Efek dari banyak undang-undang periode ini dimainkan secara langsung untuk kepentingan kelompok yang telah melakukan dengan baik pada akhir rezim lama. "
Orang-orang dari kelas menengah Prancis telah meningkat kekuatan ekonomi mereka sepanjang abad kedelapan belas melalui perdagangan dan industri dan telah secara bertahap mendapatkan status sosial melalui pernikahan ke keluarga kelas atas. Untuk kelompok ini, tujuan revolusioner utama adalah untuk mencapai tingkat sepadan kekuatan politik. Setelah keinginan-keinginan itu terpenuhi dengan berlalunya Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara dan pembentukan sebuah pemerintahan yang tidak mendukung kaya atau Gereja, kaum borjuis memiliki sedikit lain dengan permintaan. Dengan revolusi yang, pada akhirnya, pada dasarnya konservatif, tidaklah mengherankan bahwa orang-orang dari kelas menengah yang paling diuntungkan adalah mereka yang mampu menikmati kekayaan barunya kepemilikan tanah dan bisnis bahwa revolusi yang dibawa. Selama mereka tetap ekonomis yang kuat, dan selama monarki dan aristokrasi yang kuat tetap menjadi sesuatu dari masa lalu, kelas menengah tampak senang tetap di mana mereka berada.
Revolusi efektif berakhir pada tanggal 10 November, 1799 ketika Napoleon Bonaparte memimpin kudeta terhadap pemerintah dan menyebut dirinya sebagai Konsul Pertama, ia menyatakan revolusi lebih pada 15 Desember. Emmanuel-Joseph Sieyès, yang berpartisipasi dalam kudeta itu, menulis sebuah konstitusi baru-yang tidak menyebutkan hak asasi manusia atau kebebasan, bukan menekankan hak perdamaian, keamanan, dan properti. Konstitusi ini diikuti oleh Kode Napoleon, serangkaian hukum yang konon dijamin kesetaraan dalam hukum, tetapi disukai orang kaya. Napoleon mendukung orang kaya terus berlanjut sepanjang pemerintahannya. Pada tanggal 1 Maret 1808, Napoleon menciptakan lebih dari tiga ribu judul mulia. Bagi seorang pria yang disebut-sebut gagasan meritokrasi-orang meningkatkan posisi sosial mereka melalui bakat, bukan kelahiran Napoleon tampaknya memiliki sikap kurang thanwarm terhadap aspirasi politik dan ekonomi kelas Prancis lebih rendah. Konsolidasi kekuasaan-Nya mengakhiri kebebasan politik borjuis, karena tidak ada lagi badan legislatif nasional yang kelas menengah bisa mendominasi. 
Masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan juga terpengaruh di bawah pemerintahan Napoleon. Napoleon melanjutkan larangan serikat buruh dan buku tabungan diperkenalkan, yang membatasi kemampuan pekerja perkotaan untuk bergerak bebas tentang bangsa. Namun, dia menetapkan harga maksimum untuk roti dan tepung, sehingga mengurangi ancaman kerusuhan baik kelaparan atau roti. Menurut Robert B. Holtman, penulis Revolusi Napoleon, petani tidak selalu berjalan dengan buruk di bawah Napoleon, karena ia mempertahankan pekerjaan revolusioner telah dilakukan (yaitu, menghapuskan feodalisme). Namun, sarjana lain telah menegaskan bahwa Napoleon sebagian besar tidak tertarik dalam reformasi sosial dan ekonomi yang akan meningkatkan kualitas hidup rakyatnya miskin.
Kode Napoleon juga memiliki efek merusak pada hak-hak perempuan. Menulis ulang tentang hukum perceraian memberikan kontrol yang lebih kepada suami sementara kemajuan dalam hak waris dan harta benda juga hanyut. Meskipun wanita Perancis kemudian berpartisipasi dalam abad kesembilan belas negara mereka revolusi, mereka terus kekurangan hak-hak politik dasar selama beberapa dekade lebih; ​​tidak sampai 1944 bahwa mereka diberi hak untuk memilih. baru Revolusi        Perancis pertama upaya republik-pada pemerintah yang akan mewakili kepentingan semua warganya, bukan hanya segelintir orang-pun berakhir ketika Napoleon mengambil alih. Nya aturan sebagai diktator Prancis, dan akhirnya memproklamirkan diri kaisar nya, berakhir pada 1815 setelah kekalahan memalukan di kota Belgia Waterloo di tangan Inggris Duke of Wellington, yang memimpin pasukan gabungan Inggris, Belgia, Hanover, dan Belanda melawan tentara Perancis. Monarki Perancis muncul kembali di bawah Pemulihan, ketika keluarga Bourbon kembali ke tahta, pertama dengan Raja Louis XVIII dan kemudian dengan Charles X, saudara dari Louis XVI, dan kemudian pada abad kesembilan belas dengan Louis Philippe. Keponakan Napoleon Louis Napoleon Bonaparte mengikuti jejak pamannya dengan menyatakan dirinya kaisar pada tahun 1852.
Meskipun kekuatan dari kedua raja pertama dibatasi oleh konstitusi (sebagaimana juga pernah terjadi untuk Louis XVI selama tahun terakhirnya sebagai raja), jijik untuk pengembalian monarki menyebabkan revolusi 1830 dan 1848. Selama revolusi, kelas bawah dan menengah Perancis berjuang untuk mendapatkan kembali hak-hak mereka telah memperoleh antara 1789 dan 1799. Revolusi tahun 1830 berasal dari kekhawatiran bahwa Charles X berusaha kembali ke monarki absolut. Pada bulan Juli 1830 raja mengeluarkan peraturan yang membatasi kebebasan pers, dibubarkan Chamber, yang baru terpilih liberaldominated Deputi (legislatif Perancis), dan mengurangi jumlah pemilih yang berhak. Pekerja dan kelas menengah berdemonstrasi menentang raja, yang segera melarikan diri ke Inggris. Louis Philippe, Duke of Orleans, menggantikan dia sebagai raja. Pemerintahan Philippe berlangsung hingga 1848. Frustrasi atas ekonomi gagal, korupsi politik, dan pembatasan suara menyebabkan Revolusi 1848, revolusi ketiga Prancis dalam enam puluh tahun. Akhirnya, setelah revolusi pada tahun 1870, Prancis mampu membangun republik, dan bahwa sistem pemerintahan tetap utuh selama lebih dari 130 tahun, kecuali untuk jangka waktu empat tahun ketika Nazi menduduki negara itu selama Perang Dunia II.   
Penyair Inggris William Wordsworth menulis pada 1804 puisinya, "Revolusi Perancis Seperti Ini Muncul untuk Penggemar," "Bliss adalah di subuh yang masih hidup! Tetapi untuk menjadi muda itu sangat surga "Bagi wanita Perancis, miskin, dan kelas menengah, tahun-tahun awal revolusi! Mungkin memang tampak surgawi. Mereka menemukan diri mereka bebas untuk menyatakan keinginan mereka untuk suara politik dan ekonomi di Perancis baru. Namun, seperti revolusi melanjutkan, tindakan kepemimpinan republik fledging jelas menunjukkan bahwa kepercayaan para pemimpin baru 'dalam hak asasi manusia menyebar ke laki-laki atas dan kelas menengah tetapi lebih jauh lagi. Kebebasan yang dialami oleh kelompok lessprivileged Prancis, meskipun singkat, akhirnya merangsang selera mereka untuk kebebasan lebih. Revolusi Perancis yang dimulai pada tahun 1789 mungkin telah berakhir pada 1799, tapi keinginan warganya untuk kebebasan akan terus selama beberapa dekade seterusnya.
Dalam Menentang Viewpoints dalam Sejarah Dunia: Revolusi Perancis, kontributor mengevaluasi penyebab, kontroversi, dan efek dari revolusi dalam bab-bab berikut: Penyebab Revolusi, The Acara Kontroversial Revolusi, Perubahan Sosial dalam Revolusi Perancis, sejarawan Evaluasi Revolusi Perancis. Dalam pandangan mereka penulis menunjukkan bagaimana pencarian HAM berkembang di luar Inggris dan Amerika Serikat untuk memasukkan bangsa ketiga, satu bertekad untuk pindah dari monarki ke modernitas.
Ide hak asasi manusia, yaitu gagasan bahwa seseorang memiliki seperangkat hak dilanggar hanya atas dasar manusia tanpa memandang status hukum, asal atau hukuman atas kejahatan, muncul sebagai ide dari Humanisme pada periode Modern Awal dan menjadi posisi di Zaman Pencerahan abad ke-18.
Gerakan hak asasi manusia muncul pada 1970-an, terutama dari mantan sosialis timur dan barat Eropa, dengan kontribusi besar juga dari Amerika Serikat dan Amerika Latin. Gerakan ini dengan cepat kental sebagai aktivisme sosial dan retorika politik di banyak negara meletakkannya tinggi dalam agenda dunia. [1] Pada abad ke-21, Moyn berpendapat, gerakan hak asasi manusia berkembang di luar asli anti-totalitarianisme untuk mencakup penyebab yang melibatkan kemanusiaan. dan sosial dan ekonomi di Dunia berkembang. [2]Beberapa pengertian tentang kebenaran hadir dalam hukum kuno dan agama kadang-kadang secara retrospektif termasuk dalam "hak manusia" panjang. Sementara filsuf Pencerahan menyarankan kontrak sosial antara penguasa sekuler dan, memerintah tradisi kuno berasal dari kesimpulan yang sama pengertian tentang hukum ilahi, dan, dalam filsafat Helenistik, hukum alam.
Banyak ide dasar yang animasi gerakan dikembangkan pada masa setelah Perang Dunia Kedua dan kekejaman Holocaust, yang berpuncak di adopsi dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Paris oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948. Dunia kuno tidak memiliki konsep hak asasi manusia universal [5]. Masyarakat Kuno memiliki "sistem rumit tugas ... konsep keadilan, legitimasi politik, dan berkembang manusia yang berusaha untuk mewujudkan martabat manusia, berkembang, atau kesejahteraan sepenuhnya independen hak asasi manusia "[6]. Konsep modern tentang hak asasi manusia yang dikembangkan selama periode modern awal, di samping sekularisasi Eropa Yahudi-Kristen etika. [7] pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak alami yang muncul sebagai bagian dari tradisi abad pertengahan hukum alam yang menjadi menonjol selama Pencerahan dengan filsuf seperti John Locke, Francis Hutcheson, dan Jean-Jacques Burlamaqui, dan menonjol dalam wacana politik Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis. Dari dasar ini, manusia modern hak argumen muncul selama paruh kedua abad kedua puluh. Pembentuk gel sebagai aktivisme sosial dan retorika politik di banyak negara meletakkannya tinggi dalam agenda dunia. [8] "Semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan harus bertindak terhadap satu sama lain dalam semangat persaudaraan.